Memang, dari dulu bapak sering sakit-sakitan. Tetapi tentang ibu yang pergi mendahului bapak, sungguh mengagetkan orang-orang di sekitarnya.
Kata tetangga, ibu terlalu lelah merawat bapak. Tak berapa lama kemudian, bapak menyusul ibu juga, pergi untuk selamanya.
Lengkap sudah derita kehilangan yang dialami Yu Sri, karena di saat bapak dan ibu berpulang secara berurutan, suaminya tak ada di sisinya pula.
Keputusan Kang Agus untuk merantau mencari penghasilan yang lebih baik ke negeri seberang, sungguh aku sesalkan. Aku ingat betul bagaimana Kang Agus dan Yu Sri berjuang begitu rupa untuk meyakinkan bapak dan ibu agar bisa bersatu dalam biduk rumah tangga.
Awalnya bapak dan ibu tidak menyetujui hubungan mereka. Bapak dan ibu ingin Yu Sri sekolah yang tinggi dan bisa memperoleh pekerjaan yang baik, baru kemudian menikah.
Bapak dan ibu juga sudah berencana menjodohkan kakak perempuanku itu dengan salah satu anak orang terpandang di daerah ini. Namun kenyataan berkata lain, keteguhan hati Yu Sri yang tak mau berpisah dengan Kang Agus akhirnya membuat bapak dan ibu menyerah juga.
Yu Sri dan Kang Agus akhirnya menikah dan tinggal satu rumah dengan bapak dan ibu. Sedangkan aku yang kemudian menikah juga, membangun rumah sendiri di pekarangan bagian belakang. Kang Agus yang belum memiliki pekerjaan tetap, selalu menjadi rasanan bapak dan ibu.
Apalagi setelah dua anaknya lahir dan kebutuhan keluarganya banyak ditopang oleh bapak dan ibu. Suasana tak nyaman itulah yang membuat Kang Agus memutuskan merantau saat anak-anaknya masih kecil.
Namun entah apa yang terjadi di rantau, hanya di tahun-tahun awal saja Kang Agus berkirim uang dan kabar kepada keluarganya. Tahun-tahun berikutnya, hanyalah menyisakan tanda tanya dan kecemasan bagi yang ditinggalkan.