Sepuluh Tahun Berlalu

CERPEN YUS R. ISMAIL

ARINI membersihkan ikan mas dengan pikiran yang kadang hinggap di ikan itu kadang terbang entah ke mana.

Kotoran ikan tidak lagi mengganggu hidungnya. Sudah biasa dia mengerjakannya. Hanya saja kali ini, perasaannya begitu lain, begitu berbeda dari hari-hari yang lain.

Perasaannya begitu tidak menentu. Ya, karena ikan ini, pepes ikan sebanyak 3 kg ini, akan menemaninya pulang. Pulang setelah selama sepuluh tahun memendam perasaan kangen, sedih, marah, bersalah.

Ikan-ikan yang sudah bersih itu dilukai badannya, biar garam dan bumbu-bumbunya meresap. Kebiasaan itu yang dulu, sejak SMA saat mulai belajar membuat pepes, selalu disanjung Ibu.

“Pepes ikan buatan Arini itu, bumbunya terasa sampai tulang-tulangnya,” kata Ibu.

Mbak Anisa dan Mbak Alysa, kakak-kakak Arini, cemberut.

“Rini saja yang disanjung. Sementara kalau saya masak, Ibu tak pernah perhatian,” kata Mbak Anisa.

“Kamu kan hanya masak ceplok telor atau mie instan. Itu bukan keterampilan,” potong Mbak Alysa.

“Sementara Rini itu kan calon pengganti Ibu, juru masak keluarga.”

Arini tersenyum mengenang masa-masa indah seperti itu. Tapi senyumnya begitu hambar. Ada banyak perasaan tidak enak berdesak-desakan dari dalam hatinya.

Perasaan yang berebut ingin segera keluar, seperti bau amis ikan yang ingin segera dikasih bumbu-bumbu rempah.

Perasaan bau amis di dalam hati Arini pun ingin segera berbaur, atau malah diganti, dengan harum rempah bumbu-bumbu.
***

SAAT mengoles-oles ikan-ikan itu, Arini ingat bagaimana awal perasaan bau amis itu bersemayam di dalam hatinya.

Saat itu dia dan Irman, suaminya, masih mengontrak rumah kecil itu. Saat itu Irman ngojek di gerbang kompleks.

Lihat juga...