Stres Perburuk Gejala Penyakit GERD
JAKARTA – Faktor stres memegang peranan besar di balik penyakit GERD (gastroesophageal reflux disease), saat pandemi Covid-19, kata staf medik Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM-FKUI, Rabbinu Rangga Pribadi.
“Penelitian menunjukkan hampir setengah pasien GERD melaporkan stres sebagai faktor terbesar yang memperburuk gejala,” papar Rabbinu dalam webinar kesehatan, ditulis Sabtu.
Stres punya kaitan erat dengan timbulnya GERD, sementara saat ini banyak orang yang merasa tertekan akibat kehilangan pekerjaan, kehilangan anggota keluarga hingga tidak bisa leluasa bepergian akibat pandemi Covid-19.
Stres atau kecemasan menjadi salah satu faktor risiko GERD, begitu juga gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan berat badan berlebih. Faktor lainnya meliputi makan dalam jumlah besar, obat-obatan, hamil, menyantap makanan yang memicu kenaikan asam lambung juga berbaring setelah makan.
GERD adalah penyakit yang disebabkan naiknya asam lambung ke kerongkongan, menyebabkan gejala tertentu dan komplikasi. Gejalanya meliputi rasa terbakar di dada (heartburn), juga rasa makanan naik kembali atau mulut terasa asam alias regurgitasi. Gejala lainnya yang lebih umum meliputi batuk, suara serak, nyeri saat menelan, erosi pada gigi, nyeri dada, rasa pahit di lidah dan rasa terganjal di kerongkongan.
GERD berbeda dengan penyakit maag, tapi terkait dengan asam lambung. Dalam kondisi normal, asam lambung berada di dalam lambung, tapi asam lambung itu naik ke kerongkongan pada penderita GERD. Penyakit ini banyak dialami masyarakat di dunia. Berdasarkan data 2016, ada 24,8 persen penduduk di Indonesia yang mengalami GERD.