”Ah masa?” Kawannya tak percaya, ”tahun berapa ini kok masih bahas soal pocong meludah,” lanjutnya.
”Awak orang kampung ini asli. Awak kenal betul orang-orang di komplek ini. Asal tahu saja, dulunya Jeng Rini itu hidupnya pas-pasan. Sekarang saja karena sup jualannya mendadak ramai dengan cara tak wajar, makin hari makin ramai, ia jadi kaya.”
Menurut tukang parkir itu, dulunya sup ayam Jeng Rini sepi pengunjung. Tapi beberapa tahun setelahnya sup itu jadi ramai dengan cara yang tidak wajar.
”Ya sudah, aku mau mencicipi ludah pocong dulu, ya? Benar tidak mau kutraktir?”
”Meski sudah bertahun-tahun saya memarkir di sini, awak hanya pernah makan sekali. Itu dulu sekali waktu warung Jeng Rini masih sepi. Saya kapok!”
Konon pocong penglaris Jeng Rini hanya setia pada Jeng Rini, karena selama ini Jeng Rini tak pernah mempercayakan supnya pada pegawainya. Kalau kebetulan Jeng Rini sedang ke kamar kecil, suaminya yang menggantikan.
Tapi, orang-orang yang percaya mitos ini juga membandingkan bila rasa sup terasa lebih enak bila Jeng Rini langsung yang menuang.
Bahkan bila ada yang kebetulan mengenal pegawai di warung Jeng Rini dan bertanya apa rahasianya, pegawai itu hanya menggeleng kepala. Bukan karena jaga rahasia karena memang tak tahu.
Dulu pernah ada salah satu pegawai yang usil ikut melihat apa yang ada di dalam panci. Pegawai itu langsung dipecat dan besoknya meninggal dan kata orang meninggalnya kena santet. Berita ini justru membuat Jeng Rini makin keramat.
Perbandingan rasa antara ramuan sup Jeng Rini dan suaminya juga dirasakan sebagian orang. Ada yang menganggap rahasia kenikmatan sup Jeng Rini karena dibuat dengan tangis.