Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 18/07/2025
Peradaban global kontemporer menghadai tantangan besar. Bisa dikatakan sedang melapuk. Membusuk. Harus ada kesadaran, komitmen dan upaya serius membenahi.
Krisis identitas dan intoleransi. Ketimpangan ekonomi global. Krisis lingkungan. Dekadensi moral dan spiritual. Ketiadaan Nilai Bersama (Shared Global Values). Kelima hal ini mencuat sebagai masalah utama. Setidaknya jika ditelurusui melalui riset digital.
Krisis identitas dan tolerasi: ditandai masih berkembangnya ekstrimisme agama dan nasionalisme etnis. Ekstrimisme agama: ISIS, Al Qaedda, Boko Haram. Justifikasi agama untuk kekerasan. Nasionalisme Etnis: “make Amerika Great Again” AS. Prakteknya arogan-eksploitatif terhadap negara lain: kasus tarif. Hindutva (nasionalisme Hindu): merugikan minoritas.
Krisis identitas dan toleransi dipercepat fragmentasi sosial akibat media digital. Algoritma media sosial seperti Facebook, X, dan YouTube mendorong “filter bubble“: penguatan pandangan sendiri, bukan dialog. Riset MIT (2018): berita bohong menyebar 6 kali lebih cepat dibanding fakta. Dampaknya mempercepat polarisasi. Konflik daring berubah konflik nyata: kerusuhan etnis di Myanmar (Rohingya) dipicu ujaran kebencian di media sosial.
Ketimpangan Ekonomi Global: konsentrasi kekayaan global di tangan segelintir orang. Kapitalisme global dan kemiskinan struktural menguat.
Ketimpangan ekonomi-Oxfam (2024): 1% orang terkaya menguasai lebih 43% kekayaan global. Setengah populasi dunia hanya memiliki 2% saja. CEO-CEO perusahaan teknologi global: Elon Musk, Jeff Bezos, dan Mark Zuckerberg, kekayaannya lebih besar dari gabungan PDB puluhan negara berkembang.