Kapitalisme global dan kemiskinan struktural: sistem ekonomi global mendorong outsourcing dan eksploitasi tenaga kerja murah di negara Global South. Contoh: buruh pabrik tekstil di Bangladesh digaji sangat rendah untuk memproduksi pakaian merek-merek ternama dunia. Krisis utang Sri Lanka (2022): cermin ketidakadilan sistem keuangan internasional.
Krisis lingkungan tercermin pemanasan global – perubahan iklim, kerusakan ekosistem – kehilangan keanekaragaman hayati, ancaman bencana iklim. Pemanasan global dan perubahan iklim: suhu bumi naik 1,2°C dibanding era pra-industri (IPCC, 2023), tahun 2024: gelombang panas ekstrem di Eropa dan Asia, disertai kekeringan serta gagal panen.
Kerusakan ekosistem dan kehilangan keanekaragaman hayati: WWF (2022) risetnya menyatakan populasi satwa liar menyusut hingga 69% dalam 50 tahun terakhir. Hutan Amazon, “paru-paru dunia”, terus ditebang untuk ekspansi pertanian dan pertambangan.
Bencana iklim sebagai ancaman eksistensial. Banjir besar di Pakistan (2022) mengakibatkan 33 juta orang terdampak. Negara-negara kepulauan seperti Maladewa dan Kiribati terancam tenggelam karena naiknya permukaan laut.
Dekadensi moral dan spiritual: materialisme dan konsumerisme ekstrem, kehilangan nilai kemanusiaan, spiritualitas yang dangkal atau bahkan hilang.
Materialisme dan konsumerisme ekstrem: gaya hidup didorong iklan dan media sosial menjadikan manusia mengukur kebahagiaan dari kepemilikan materi. Adanya fenomena “fast fashion” dan budaya viral “haul” (borong belanja) mempercepat konsumsi berlebihan dan limbah.
Hilangnya nilai kemanusiaan: dehumanisasi digital. Empati menurun karena interaksi manusia digantikan algoritma. Nihilisme atau kehilangan makna hidup. Depresi dan bunuh diri meningkat: Jepang, Korea Selatan, dan AS. Spiritualitas yang dangkal atau hilang: banyak masyarakat kehilangan koneksi dengan nilai-nilai transenden (spiritualitas). Oleh sekularisme ekstrem atau manipulasi agama untuk kepentingan politik.