Sejarah Pencak Silat Terabadikan di TMII
Editor: Koko Triarko
Di antaranya, Ketum IPSI periode 1948-1973, MR. Wongsonegoro, Ketum IPSI periode 1973-1981, H.Tjokropranolo, Ketum IPSI periode 1981-2003, H. Eddie M. Nalapraya, Ketum IPSI periode 2003-2020, H. Prabowo Subianto, dan tokoh pencak silat Indonesia, Rosano Barack.
Tepat di samping hall of fame, terpampang foto Ibu Tien Soeharto dengan senyum khasnya menebarkan semangat pelestarian pencak silat nusantara.
Di bawah foto itu tertuliskan puisi:
Tanpa Ibu, padepokan ini takkan pernah ada. Tanpa Ibu, tempat ini hanyalah mimpi pesilat Indonesia. Kini di ujung pembangunannya, Ibu pergi meninggalkan kami.
Tapi, yakinlah Ibu, padepokan ini akan menjadi saksi, betapa besarnya sumbangsih Ibu, yang kami takkan pernah mampu membalasnya.
Ibu, kami hanya dapat janji, untuk memancarkan sinar keagungan Ibu, melalui karya dan karsa
Melestarikan, membina, dan mengembangkan Pencak Silat
Warisan budaya bangsa kita.
“Puisi ini, penghargaan tertinggi bagi Ibu Tien Soeharto, yang dengan jiwa raga dan kemuliaan hati Beliau mempersatukan pencak silat di Indonesia. Ibu Tien Soeharto sangat berjasa melestarikan pencak silat hingga dikenal di dunia, dan diakui UNECSO sebagai warisan budaya dunia. Kami bangga dan rindu sosok Beliau yang sangat peduli sejarah peradaban bangsa,” ungkap Samsul.
Ruangan ini juga terhiasi peralatan musik tradisional Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Musik khas Lombok ini dipakai untuk mengiringi seni beladiri Perisaian khas suku Sasak.
Dijelaskan dia, Perisaian adalah seni beladiri dengan menggunakan sebatang rotan yang dalam bahasa sasak berarti penjalin. Yakni, sebagai senjata dengan perisai berbentuk persegi empat terbuat dari kulit rusa atau kulit sapi betina (ende) sebagai pelindung.