Paradoks Penegakkan Hukum atas Komunisme dan Hikayat Tukang Cukur

Oleh: Thowaf Zuharon

Thowaf Zuharon, Pemimpin Redaksi Cendana News.

Berbagai payung hukum KUH Pidana di atas, begitu gamblang menyatakan, apa pun bentuk komunisme sebagai kejahatan keamanan negara, harus dipidana dengan sangat berat, tanpa kecuali.

Yang justru sangat perlu dicermati, pada pasal 107 e, ada ancaman sangat keras bagi siapa pun yang mengadakan kerja sama dengan pihak mana pun berasaskan ajaran Komunisme/ Marxisme Leninisme, dari dalam negeri maupun luar neger

Berangkat dari pasal 107 e tersebut, alangkah paradoks ketika ada seseorang atau sebuah partai atau sebuah pemerintahan, justru mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme Leninisme.

Ketika aparat hukum sebuah negara tidak menindak sebuah individu tertentu, partai, atau pun aparat pemerintahan, yang mengadakan kerja sama dengan negara-negara komunis di luar negeri (RRC, Korea Utara, Vietnam, Laos, Transnistia, Kuba), bukankah itu sama dengan hikayat paradoks tukang cukur?

Bukankah partai itu layak dibubarkan dan individunya dijebloskan penjara minimal 12 tahun sesuai KUHAP?

Jika paradoks penegakkan hukum atas komunisme ini terus terjadi, tentu akan selalu menjadi mimpi buruk bagi masyarakat secara luas. Lihatlah berbagai fenomena, ketika banyak pihak memakai lambang komunis begitu bebas, bahkan banyak yang membela komunisme dan malah menyatakan, bahwa komunisme itu baik.

Apalagi, ada aparat pemerintah yang menyatakan, bahwa kaos bergambar lambang palu arit hanyalah mode belaka. Betapa paradoks dan sungguh mengenaskan ketika kita melihat, seorang aparat negara yang tidak mengerti atas hukum yang berlaku sah melarang komunisme berikut berbagai lambangnya, dan malah membela sesuatu yang dilarang oleh KUHAP!

Lihat juga...