Membangun Atap Indonesia dari Kebumen, Berkarya dengan Sumpah Pemuda

OLEH AHMAD ZAKI NUR IHSAN

Bisa dikatakan, sumpah atas sebuah bangsa ini adalah sumpah bersama atas nama penyatuan sebuah zaman (masa).

Ranah ketiga dalam Sumpah Pemuda adalah bahasa Indonesia. Artinya, bahasa Indonesia harus menjadi sumpah setia dalam percakapan sehari-hari para pemuda Indonesia sejak 1928 hingga kapan pun.

Bisa dikatakan, sumpah atas sebuah bahasa ini adalah sumpah bersama atas nama penyatuan sebuah keadaan dalam berbicara antara satu sama lain.

Berbagai konsekuensi atas sumpah tersebut, menjadi konsekuensi abadi kepada semua pemuda di semua ruang, semua zaman, dan semua keadaan. Sebagaimana perspektif yang digunakan sejak masa leluhur nusantara berupa perspektif Desa (lokasi), Kala (zaman), dan Patra (Keadaan).

Bisa jadi, perspektif desa-kala-patra ini yang dijadikan acuan oleh Muhammad Yamin dan kawan-kawan pemuda lainnya dalam menyusun Sumpah Pemuda yang merupakan “Karya Puisi Besar” pertama Bangsa Indonesia.

Bagaimanapun, kesamaan sikap terhadap penjajahan di bumi pertiwi menyatukan para pemuda dari berbagai daerah untuk berpartisipasi aktif mengusir penjajah. Peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 menjadi puncak dari peran penting pemuda Indonesia agar Bung Karno dan Bung Hatta segera memploklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Upaya para pemuda tersebut berhasil, sehari setelah peristiwa Rengasdengklok, pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Lahirnya Republik Indonesia juga disertai perkembangan di dunia saat itu, sangat ditentukan oleh peran pemuda dalam merespon berakhirnya perang dunia ke II yang ditandai dengan menyerahnya Jepang di tangan sekutu.

Lihat juga...