Membangun Atap Indonesia dari Kebumen, Berkarya dengan Sumpah Pemuda
OLEH AHMAD ZAKI NUR IHSAN
“Hasrat menuju kesuksesan memang penting, tetapi yang lebih penting adalah hasrat untuk mempersiapkan kesuksesan.” (Bobby Knight)
TANPA rangkaian karya Sumpah para pemuda Indonesia pada 90 tahun lalu, tepatnya 28 Oktober 1928, di Jalan Kramat Raya 106, Kwitang, udara segar dan damainya tanah air nusantara yang kita nikmati saat ini, barangkali masih jauh dari merdeka.
Tak bisa disangkal, kesepakatan para pemuda pemudi dari berbagai penjuru nusantara yang berkumpul di tempat tersebut, telah menjadi embrio sekaligus pondasi dari pergerakan kelahiran Indonesia pada 1945.
Bagaimanapun, Sumpah Pemuda adalah “Karya Puisi Besar” yang terus menjadi pengikat sekaligus nyala semangat perjuangan di dada para pejuang kemerdekaan.
Ada tiga ranah yang menjadi elemen perspektif landasan pengikat sumpah para pemuda tersebut. Ranah pertama adalah Bertumpah Darah yang Satu dalam Tanah Indonesia.
Artinya, para pemuda tersebut bersepakat, siapa pun pemuda yang bersatu dalam Indonesia, bahkan mengaku sebagai bagian dari Indonesia, harus berani dan rela untuk menumpahkan darahnya demi kejayaan tanah Indonesia Raya.
Bisa dikatakan, ini adalah sumpah bersama atas nama penyatuan sebuah lokasi.
Ranah kedua dalam sumpah tersebut, yaitu penyatuan kesepakatan dalam satu bangsa. Sebagaimana disampaikan Ernest Renan, bangsa merupakan sekelompok manusia yang berada dalam suatu ikatan batin yang dipersatukan karena memiliki persamaan sejarah, serta cita-cita yang sama.
Artinya, mereka yang mengaku sebagai bagian dari pemuda Indonesia, sejak sebelum kemerdekaan, setelah kemerdekaan, pada masa orde lama, pada masa orde baru, maupun pada masa orde reformasi, harus mau mengikatkan diri dalam sumpah setia Bangsa Indonesia.