Ihwal Yao Min dan Gagak Air Terjun Lamuran

CERPEN EKO SETYAWAN

Tetapi karena ia menikah dengan putri Tiongkok, sehingga namanya disamarkan dalam pelarian. Ia sedang bertarung melawan pasukan gerilya Inggris yang begitu gencar ingin menduduki dan menguasai Lampung.

Dalam pelarian Yao Min selepas memimpin gerilya dan pasukannya banyak yang berguguran, ia berusaha menjauhi kota dan masuk ke pedalaman. Ia memasuki hutan dan berusaha untuk tetap bertahan hidup.

Sebab, nyawanya menjadi incaran penjajah, karena ia adalah seorang pemimpin pasukan adat yang tak rela jika negara yang sudah merdeka ini dicampuri oleh orang asing. Tak rela jika kemerdekaan yang sudah di genggaman tangan akan tercerabut kembali.

Yao Min tahu, jika segalanya terjadi, maka harga dirinya sebagai pemimpin akan tumbang. Selain itu, rasa cintanya pada tanah leluhur dan negara sudah teramat besar. Ia tak rela jika negara yang sudah merdeka ini akan jatuh lagi ke tangan penjajah. Segalanya dirasa cukup.

Penderitaan puluhan hingga ratusan tahun yang disebabkan karena kedatangan orang-orang dari seberang itu telah membunuh dan merampas hak-hak orang di tanah kelahirannya. Banyak orang nyawanya terangkat dengan sia-sia di tanah Lampung karena dipaksa bekerja dan sebagian besar mati karena melawan.

“Harga diri manusia tak bisa dibeli dengan apa pun, apalagi hanya dengan sepucuk senjata dan berondongan granat yang sewaktu-waktu dapat membunuh suatu kebenaran dan pengorbanan yang panjang.”

Begitulah kalimat yang selalu meluncur deras dari mulut Yao Min ketika memimpin pasukan adat.

Tentu saja semua warga yang ikut dalam pasukan itu akan terbakar. Mereka akan bergelora serupa kembang api. Pasukan itu adalah kembang api, sementara Yao Min adalah korek yang menyulut lalu membakarnya.

Lihat juga...