Sepasang burung dara yang hendak terbang. Salah satu di antaranya mengepakkan sayapnya. Sedangkan burung satunya menutup sayapnya seakan tidak ingin terbang.
“Ibu, kenapa burung dara itu tidak terbang?” tanya Keira kala itu.
Satu pertanyaan yang tidak pernah dijawab oleh ibunya. Bahkan sampai sekarang, dia tidak tahu makna dari pahatan patung ini. Tetapi ibu selalu mengatakan, patung ini sangat istimewa.
Lima tahun yang lalu, Keira menyimpulkan, patung itu adalah lambang keluarganya. Burung dara yang hendak terbang, menyiratkan keinginan untuk bebas. Sedangkan pada kenyataannya, keluarga ini terkungkung seperti burung dara yang diam menutup sayapnya.
Apakah saat itu, neneknya dapat membaca masa depan dari penerusnya? Mata Keira menangkap sepucuk amplop di bawah patung itu. Dia mengambilnya. Tertulis di amplop itu, surat untuk dirinya dari ibu.
Keira gemetar untuk membacanya. Tampaknya ini adalah surat yang ditulis ibunya sebelum meninggal. Keira menduga, ketiga kakaknya belum tahu karena surat itu masih tersegel.
Untuk putri tersayangku, Keira. Saat kamu membaca surat ini, Ibu mungkin sudah tiada. Ibu tidak dapat menulis lebih panjang lagi. Ibu sangat menyayangimu. Ibu hanya ingin bertemu denganmu. Ibu ingin melihat wajahmu. Memelukmu dengan penuh sayang seperti dulu.
Ibu ingin kamu pulang, Nak. Ibu menyesal. Ibu akan memberitahu rahasia dari patung sepasang burung dara ini. Burung dara yang diam menutup sayapnya bukan karena dia tidak dapat terbang. Melainkan karena kakinya yang terluka. Mengharuskan dia untuk beristirahat dan merelakan burung yang lain untuk terbang meninggalkannya.