Isi dalam rumah ini juga sama. Ruang tamu yang penuh dengan lukisan pohon mangga. Sofa putih dengan motif buah mangga. Buah mangga adalah kesukaannya.
Tubuh Keira menggigil karena perasaan berdebam di hatinya. Dia menyingkirkan perasaan itu dengan lebih dalam memasuki rumah itu. Dia tiba di ruang tengah. Ruang keluarga yang lebih luas dibandingkan ruang tamu. Satpam itu berkata benar. Ketiga kakaknya ada di sini. Beserta istri dan anaknya.
“Keira,” panggil Hendra, sesaat setelah menyadari kehadirannya.
Hangat setelahnya. Hanya ada pelukan yang mereka berikan pada Keira. Sesuatu yang selama lima tahun tidak didapatkannya.
“Kau harusnya memberitahu kami dulu kalau mau pulang. Kami akan menjemputmu,” ucap Hendra.
“Aku memang tidak berniat pulang.”
“Kau ini. Kenapa masih sama seperti dulu? Keras kepala.”
Keira tertawa pelan. Dia mengakui memiliki sifat keras kepala. Buktinya dia sama sekali tidak pulang selama lima tahun ke Indonesia. Alasannya karena seseorang.
Hendra mengantar Keira ke kamarnya.
Kamar yang ternyata masih sama seperti dulu. Ranjangnya yang bermotif buah mangga. Sekaligus dinding kamar bernuansa bunga mangga. Kenapa seisi rumah ini masih sama?
“Istirahatlah dulu. Kau pasti masih merasakan jet leg,” ucap Hendra.
“Aku tidak akan lama di sini. Setelah mengunjungi makam, aku akan kembali ke Korea Selatan.”
Hendra menghela napas. “Keira, kau masih dendam pada Ibu?”
“Memang.”
“Ibu tidak seperti yang kau pikirkan selama ini. Dia sangat menyayangimu.”
“Sayang? Hingga dia mengikat ketiga anak lelakinya sesuai keinginannya?” sindir Keira.
Hendra menepuk lembut pipi Keira. “Istirahatlah dulu. Kita bicarakan ini setelah pikiranmu tenang.”