Ibu, Kenapa Burung Dara Itu tak Terbang?

CERPEN UMI SALAMAH

“Kei, kakak mohon pulanglah. Ibu telah dipanggil Sang Pencipta.”

Dada Keira bergemuruh sesak. Dia menekan batinnya, menyugesti kalau perasaan yang menyelimutinya sekarang adalah salah. Dia tidak menyesal.

“Keira, ini yang kau inginkan, bukan? Kau sangat ingin Ibu meninggal,” ucap Keira murka.

Kembali Keira mengingat respon yang dia berikan terhadap kabar duka itu. Dia menolak permintaan kakaknya untuk pulang. Baginya, kehidupannya sekarang dan di masa depan adalah di sini. Dia tidak akan kembali ke tanah kelahirannya.

“Tapi kenapa kau menangis, Keira? Dia bukan Ibumu lagi,” gumam Keira lirih.

Seiring dengan tenggelamnya senja, bunga sakura meredup keanggunannya. Kecantikannya hanya tertopang pada sinar lampu jalan. Merobek kegundahan hati Keira.
***
TAKSI yang ditumpangi Keira berhenti di depan rumah mewah. Keira keluar dari dalam taksi dengan koper di tangannya. Pada akhirnya, dia memutuskan kegundahannya.

Dia memilih pulang. Tanpa memberitahu kakaknya. Walaupun sebelumnya dia menolak mentah-mentah permintaan pulang darinya.

Keira mendekati pintu gerbang rumah di hadapannya yang penuh dengan karangan bunga ucapan duka di pinggirnya. Satpam berkumis tebal segera membuka gerbang begitu tahu keberadaan Keira.

“Mbak Keira pulang juga. Mereka semua menantikan kepulangan Mbak Keira.”
Keira tersenyum tipis. “Semua kakakku ada di sini?”

“Iya. Mereka akan berada di sini sampai malam ketujuh.”

Keira mengangguk. Dia melanjutkan berjalan. Dia menelusuri taman depan rumahnya. Taman yang telah ditinggalkan selama lima tahun, tetapi tetap sama saat dia pergi dari tempat ini.

Rumah pohon itu masih ada. Juga pohon-pohon mangga kesukaannya.
Keira sampai di depan pintu. Dia memilih untuk langsung masuk. Kebetulan pintunya terbuka. Satu langkah kaki Keira menapaki rumah itu, dia bergeming.

Lihat juga...