Memuliakan Nelayan

OLEH MUHAMAD KARIM

Pemikiran semacam ini sejalan dengan konsep Joseph Stiglitz, Amartya Sen dan Bung Hatta arsitek ekonomi awal Indonesia pasca-kemerdekaan. Jika cara pandang ini yang digunakan maka tidak akan ada konglomerasi yang kini beralih kepada para pelaku ekonomi digital.

Pelajaran
Apa pelajaran berharga dari bentuk perhatian negara Malaysia terhadap nelayannya? Pertama, negara mestinya hadir untuk memuliakan profesi nelayan lewat kebijakan afirmatif karena mereka berjasa menyediakan pangan protein ikan yang sehat.

Kehadiran negara lewat perlindungan dan proteksi sosial, subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan kredit murah untuk pengadaan sarana produksi, utamanya nelayan penangkap. Sementara untuk nelayan budidaya perikanan, subsidi pakan atau mengintroduksikan teknologi pakan ramah lingkungan yang tidak menimbulkan bencana eurofikasi tatkala awal musim hujan. Apakah pemerintah tidak bisa mensubsidi 6.08 juta nelayan penangkap dan budidaya tersebut?

Kedua, pemerintah mestinya mengintroduksikan teknologi yang adaptif dan ramah lingkungan untuk meningkatkan produktivitas nelayan pembudidaya ikan. Pemerintah tidak bisa hanya menggelontorkan bantuan yang nilainya triliunan rupiah, tapi pada akhir tahun kita masih saja mengimpor ikan untuk bahan baku industri maupun garam.

Akibatnya, devisa negara terkuras dan nelayan terkena imbasnya akibat ikan impor. Jika, pola ini terus dijalankan — apalagi lewat pendekatan proyek — sulit kita bersaing dengan Tiongkok dan Vietnam dalam budidaya perikanan.

Ketiga, negara mestinya memberikan perlindungan hukum atas hak tenurial, wilayah tangkapnya, permukimannya, terutama di pulau kecil dari serbuan pemilik modal yang mengatasnamakan pembangunan. Kasus Pulau Pari di Teluk Jakarta yang tiba-tiba diklaim pengusaha pariwisata dan pulau Bangka di Sulawesi Utara yang dijadikan areal pertambangan, jadi fakta empiris ketidakberdayaan nelayan dan lemahnya perlindungan negara secara hukum.

Lihat juga...