Kado Pahit Nelayan Teluk Jakarta
OLEH MUHAMAD KARIM
REKLAMASI Teluk Jakarta kini memasuki babak baru. Pemerintah DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno telah melakukan penyegelan terhadap pulau reklamasi, sebagai realisasi janji mereka dalam kampanye Pilgub DKI Jakarta.
Sayangnya, pasca-penyegelan, Pemda DKI Jakarta tidak memberikan solusi, mau dijadikan apa pulau reklamasi tersebut. Apalagi di pulau D sudah bertebaran bangunan.
Timbul pertanyaan, apakah bangunan-bangunan di pulau D itu akan dihancurkan atau dibiarkan? Pasalnya, bangunan di pulau tersebut tanpa izin mendirikan bangunan (IMB).
Belum lagi jika dikaitkan dengan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai peruntukan bangunan itu yang juga belum ada. Lalu pulau yang sudah jadi tanpa ada bangunan mau diapakan pula?
Tidak sampai di situ, Pemda DKI Jakarta malah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) No 58/2018 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kelola Badan Koordinasi Pengelolaan (BKP) Reklamasi Pantai Utara, Jakarta.
Dalam pasal 4 disebutkan bahwa BKP bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyelenggaraan Reklamasi Pantura Jakarta dan penataan kembali kawasan daratan pantai utara Jakarta serta memberikan rekomendasi kebijakan dalam rangka penyelenggaraan Reklamasi Pantura Jakarta.
Jika ini solusi kelembagaannya, sejatinya Pemda DKI tidak menghentikan reklamasi Teluk Jakarta permanen. Melainkan melanjutkan Reklamasi Teluk Jakarta sesuai Keputusan Presiden No 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Padahal, dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 54/ 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur dalam pasal 72 ayat (c) disebutkan bahwa pasca-keluarnya Perpres ini, Kepres tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi.