Supersemar Bukan Kudeta

OLEH EKO ISMADI

Eko Ismadi. Dok. CDN

Menurut saya, memahami sejarah peristiwa Supersemar, sama sekali tidak bisa dihubungkan dengan kudeta ataupun perebutan kekuasaan. Mengingat, peristiwa Supersemar bukan hanya pembubaran PKI, melainkan juga keluarnya TAP MPRS XXV/1966 tentang pembubaran PKI, serta pembentukan Mahkamah Luar Biasa (Mahmilub).

Bagaimanapun, Soeharto telah melaksanakan Supersemar dengan baik. Sehingga, kondisi negara menjadi aman, serta kelangsungan hidup bangsa pun dapat terwujud. Atas terlaksananya perintah Supersemar ini, dalam pidato terbuka Presiden Soekarno di depan khalayak ramai masyarakat Indonesia di Jakarta pada peringatan HUT RI pada tanggal 17 Agustus 1966, dengan sangat gamblang Soekarno menyatakan, “SP Sebelas Maret adalah satu perintah pengamanan, perintah pengamanan jalannya pemerintahan, pengamanan jalannya ini pemerintahan, demikian kataku dalam melantik kabinet.

Kecuali itu juga perintah pengamanan pribadi Presiden, perintah pengamanan wibawa Presiden, perintah pengamanan ajaran Presiden, perintah pengamanan beberapa hal dan JENDERAL SUHARTO TELAH MENGERJAKEN PERINTAH ITU DENGAN BAIK dan saya mengucap TERIMAKASIH KEPADA JENDERAL SUHARTO akan hal ini…. “

Berangkat dari tiga hal tersebut, Supersemar merupakan penyelesaian masalah bangsa indonesia, bukan perebutan kekuasaan kepada pemerintahan yang sah. Setelah adanya Supersemar, Presiden tetap dijabat oleh Soekarno.

Aturan perundangan yang berlaku di negara Indonesia tidak berubah, bahkan justru menjadi kokoh. Bagi saya, keberadaan Supersemar, justru merupakan taktik, strategi, metode yang jitu dan akurat untuk menyelesaikan konflik politik dan permasalah sosial yang terjadi di tahun 1965.

Lihat juga...