Kedua, QS, Al-A’raf 7:56. Menyatakan: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya. Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Larangan eksploitasi yang merusak ini menegaskan tanggung jawab manusia menjaga keseimbangan ekosistem. Pada tingkat global, kerusakan akibat aktivitas manusia tercermin dari hilangnya sekitar 6,7 juta hektare hutan primer tropis pada 2024. Di Indonesia, deforestasi tercatat 175.400 hektare tahun yang sama. Sebagian besar disebabkan pembukaan lahan untuk perkebunan dan tambang.
Ketiga, QS, Al-Isra 17:26-27. Menekankan keadilan dan moderasi: “Berikan haknya kepada kerabat dekat, orang miskin, dan musafir. Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan harta secara berlebihan. Sesungguhnya orang-orang yang boros adalah saudara setan.”
Prinsip ini sejalan konsep keberlanjutan modern. Bahwa pengelolaan sumber daya alam harus mempertimbangkan regenerasi alami dan batas ekologis bumi.
Keempat, QS, Al-An’am 6:141. Menegaskan manusia tidak boleh berlebihan dalam penggunaan hasil bumi: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan, sesungguhnya orang yang menghambur-hamburkan adalah saudara setan.” Kegagalan mematuhi prinsip ini terlihat dari kebakaran hutan di Indonesia yang meningkat akibat pembukaan lahan secara tidak terkendali.
Kelima, QS, Al-A’raf 7:31. “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu di setiap (memasuki) masjid, dan makanlah serta minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” Kontekstualisasinya manusia diperintahkan memanfaatkan alam secara seimbang, menjaga siklus air, kesuburan tanah, dan habitat makhluk hidup lain. Prinsip ini menuntun manusia menghormati ekosistem dan tidak mengeksploitasi berlebihan.