“Mengenalmu adalah kebahagiaan tersendiri bagiku. Hadirmu menginspirasi dan membangkitkan asa kehidupanku. Meskipun saat ini kamu telah mati, aku tetap percaya jika kamu tetap hidup selamanya dalam hatiku dan orang-orang yang mengasihimu.”
Aku ingat betul kata-kata itu sesaat sebelum kamu menutup mata, menyusulnya ke alam keabadian.
Aku tertegun lagi di hadapan dua nisan yang dingin membisu dan menyaksikanku. Bertebaran bunga-bunga teriring doa dari bibir.
Berjatuhan di atas tanah merah dua pusara. Pasangan hebat yang tidak akan lekang dari kenanganku selamanya. Sebab merekalah, hidupku berubah.
Langkahku pelan keluar dari pemakaman. Di trotoar jalan, aku dihentikan sebuah mobil Kijang hitam keluaran terbaru.
Pintu terbuka, tampak seorang gadis yang cantik berpakaian kasual berwarna biru-biru dengan motiv bebungaan di beberapa bagian.
“Kamu tidak kembali ke sekertariat?” tanyanya.
“Tidak, Ar.” Aku menggeleng enggan.
Tatapan gadis itu menyiratkan tanya, tetapi aku mengabaikannya. Aku lebih memilih masuk mobil, di kursi sebelahnya.
Kubuka gawai, menggulir sebuah aplikasi untuk mencari informasi.
“Kamu sudah tahu ini, Ar?” Aku menunjukan sebuah postingan.
“Baru tahu.” Ibaruri, gadis itu menggeleng.
“Kamu udah save dari sebelumnya, Mun?”
Aku tidak menjawab, justru memperbesar layar. Terpampang jelas informasi tersebut. Mata Ibaruri terbelalak.
“Kamu serius?” tegas gadis berusia dua dekade itu.
“Iya, aku jarang sekali bercanda sesudah dari pemakaman Tuan dan Nona, kan?” tanyaku balik.
“Huff, kerjaan baru, ya?” gumam Ibaruri, menyandarkan kepala sambil mengembuskan napas ke langit-langit mobil.
“Memang kerjaan kita gitu, kan?” tanyaku tidak memperoleh jawab.