Tulah

CERPEN DIMAS INDIANA SENJA

“Tidak boleh menggunakan tarub warna hijau,” seseorang menjawab penuh ketakutan, wajahnya menunduk. Orang-orang di sekeliling langsung menatapnya.

“Kenapa?” sergap dukun pengantin.

“Larangan dari Nyi Rantam Sari,” jawab yang lain.

Ada semacam sesal yang dirasakan. Ada semacam penasaran yang panjang. Juga amarah yang memuncak. Siapa sangka, hari yang semestinya menjadi istimewa justru menjadi hari yang begitu mengerikan? ***

Halaman Indonesia, 2020

Dimas Indiana Senja, nama pena dari Dimas Indianto S. Sastrawan, peneliti, dan Dosen UIN Purwokerto. Bukunya: Nadhom Cinta, Suluk Senja, Sastra Nadhom, Pitutur Luhur, Museum Buton, dan Kidung Paguyangan. Pada 2012 menjadi perwakilan Indonesia dalam pertemuan sastrawan Nusantara Melayu Raya (NUMERA) di Padang. Pada 2015 mendapat penghargaan sebagai pemuda berpestasi bidang pendidikan, seni, dan budaya dari Pemda Kab. Brebes. Pada 2016 menjadi emerging writer dalam acara Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) di Bali. Pada 2019 menjadi instruktur literasi nasional di bawah Kemdikbud dan didaulat sebagai ketua instruktur literasi Jawa Tengah. Pada 2019, menjadi pembicara dalam Mandar Writer and Cultural Forum (MWCF) di Sulawesi. Pada 2019 juga menjadi perwakilan Indonesia dalam program penulisan esai oleh Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) di bawah Kemdikbud. Pada 2020 menjadi juara penulisan esai yang diselenggarakan Bitread dan Pemda Sumedang. Pada 2020 juga menjadi salah satu finalis Jejak Virtual Aktor (JVA) yang diselenggarakan Kemdikbud.

Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Cerpen yang dikirim orisinal, hanya dikirim ke Cendana News, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online atau buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Karya yang akan ditayangkan dikonfirmasi terlebih dahulu. Jika lebih dari sebulan sejak pengiriman tak ada kabar, dipersilakan dikirim ke media lain.

Lihat juga...