Seorang perempuan tua berjalan tertatih menggunakan tongkat kayu. Entah dari arah mana. Mengenakan baju hitam dengan kain batik yang juga bercorak kehitaman dan tudung menutup kepalanya. Ia berjalan memasuki gerbang dan menuju rumah.
“Saya mencari Bu Hajjah” celetuknya, saat seorang rewang menghampirinya. Rewang itu segera tahu bahwa perempuan itu adalah Casem, tepat setelah perempuan tua itu membuka tudungnya.
Bagi warga Desa Kraton, Casem adalah perempuan misterius. Ia tinggal seorang diri, di sebuah gubug kecil di dekat pemakaman warga. Tidak ada aktivitas lain yang dilihat orang-orang, selain kegiatannya nginang di depan rumah, tepat menghadap ke tembok pemakaman sembari seperti menembangkan kidung yang entah apa.
Orang-orang selalu menghindari bersitatap dengan Casem. Orang-orang yang lewat di depan rumah Casem, selalu berusaha melengos, lantaran tatapan mata Casem menyiratkan sebuah lorong gelap yang panjang dan pengap.
Rewang itu segera berlalu. Ia memanggil Bu Hajjah, panggilan akrab orang-orang untuk istri Haji Daslam. Dengan penuh waspada, Bu Hajjah keluar rumah. Mendekati Casem dengan tetap menjaga jarak dan penuh kehati-hatian.
“Ko arep mbarang gawe?” Tanya Casem tanpa basa-basi. Bu Hajjah tidak lantas menyilakannya masuk ke rumah. Masih penuh perhitungan.
“Nggih, Nyi. Pripun?” dengan mencoba mengatur intonasi, Bu Hajjah mencoba menjawab sekenanya. Si rewang masih membersamainya. Sesekali bertukar pandang. Semacam penasaran dicampur kewaspadaan berlebihan.
“Aja kelalen sajen” Casem berlalu begitu saja. Meninggalkan ribuan tanya di kepala Bu Hajjah dan rewangnya. Dengan tertatih, langkahnya mulai menjauh. Angin seolah berhenti sejenak.