Kabar tentang raibnya Abu Bakar pun menyebar ke seluruh kompleks perumahan. Tiba-tiba orang-orang kembali mengingat-ingat, kapan terakhir kali melihat Abu Bakar berada di sekitar jembatan: mengais-ngais sampah, mengangkatnya ke pinggir selokan.
Tidak ada yang bisa mengingatnya dengan pasti. Ada yang bilang nyaris sebulan—sejak sebelum peristiwa banjir—Abu Bakar sudah tidak pernah terlihat di sekitar jembatan itu.
Ada juga yang bilang bahwa sekitar dua minggu sebelumnya, Abu Bakar masih terlihat di sana, wajahnya tampak lebih pucat dan tubuhnya lebih kurus.
Tampaknya orang-orang mungkin perlu mempertimbangkan apa yang dikatakan Rahmat Ali, bahwa dia pernah melihat seorang laki-laki tua yang sosoknya mirip sekali dengan Abu Bakar.
Katanya, sosok Abu Bakar itu sedang berdiri di pinggir sebuah jembatan besar dan melambai-lambai ke arah sungai di bawahnya. Ketika itu Rahmat Ali sedang berada di dalam sebuah angkot yang sedang melaju.
Dia berusaha memanggilnya, tetapi sosok yang diyakininya sebagai Abu Bakar itu tidak menggubrisnya.
“Pak Rahmat mungkin salah lihat,” ujar Fahmi. “Jembatan besar itu ada di tengah-tengah kota. Untuk apa dia ke sana?”
“Coba saja angkot itu mau berhenti, pasti bisa saya buktikan kalau itu memang Abu Bakar,” jawab Rahmat Ali mencoba meyakinkan.
Sejumlah orang mulai khawatir. Tiba-tiba mereka tampak peduli dengan nasib Abu Bakar. Mereka pun beramai-ramai menyisir saluran irigasi yang membelah kompleks perumahan, bahkan sampai mendekati kampung terjauh.
Namun, mereka tetap tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Abu Bakar. Hanya sisa-sisa banjir: lumpur, sampah, sisa-sisa segala macam limbah. ***