Tiba-tiba Mereka Peduli Nasib Abu Bakar

CERPEN TJAK S. PARLAN

Dia tidak menghiraukan ketika seseorang kembali melemparkan sebuah buntalan gendut—tas kresek penuh sampah rumah tangga ke arus selokan yang mulai menderas. Musim hujan telah tiba dan debit air kerap tiba-tiba meninggi.
***
TIDAK ada yang merasa harus pergi keluar rumah pada malam seperti itu. Hujan turun sejak sore. Menjelang subuh, ketika hujan mereda, orang-orang mulai gaduh. Air saluran irigasi itu meluap.

Got-got kecil di dalam kompleks perumahan tidak sanggup menampung derasnya air hujan, apalagi banjir kiriman. Tidak banyak yang bisa dilakukan agar bisa membendung air.

Orang-orang menyelamatkan barang-barang berharganya masing-masing. Mereka mengangkatnya ke atas lemari, ke atas meja yang lebih tinggi, atau ke lantai dua rumah mereka.

Sekolompok orang berinisiatif memeriksa ke sekitar jembatan. Sampah menumpuk-memanjang dari bibir jembatan itu, benar-benar menyumbat rapat saluran air.

Air pun meluap ke mana-mana, menggenangi seluruh kompleks perumahan. Setelah mengusahakannya dengan segala macam cara, tumpukan sampah itu pun berhasil dibobol oleh sejumlah warga.

Arus deras mengalir, membawa segala macam sampah. Barangkali, sampah-sampah itu juga akan mampir ke perkampungan atau kompleks perumahan lain, menyumbat sebagian got dan menghalangi jalannya air di sejumlah tempat.

Pelan-pelan, ketika hari sudah terang-benderang, air pun surut. Orang-orang mulai membersihkan rumahnya masing-masing. Sejauh itu, belum ada yang tahu, di mana Abu Bakar berada. Tidak ada yang membicarakannya.

Namun, ketika sore tiba, Fahmi yang penasaran, menuju gubuk Abu Bakar. Tidak ada siapa-siapa di sana. Fahmi hanya menemukan lumpur becek yang telah merendam sebagian gubuk reyot itu.

Lihat juga...