Dia tidak menghiraukan ketika seseorang kembali melemparkan sebuah buntalan gendut—tas kresek penuh sampah rumah tangga ke arus selokan yang mulai menderas. Musim hujan telah tiba dan debit air kerap tiba-tiba meninggi.
***
TIDAK ada yang merasa harus pergi keluar rumah pada malam seperti itu. Hujan turun sejak sore. Menjelang subuh, ketika hujan mereda, orang-orang mulai gaduh. Air saluran irigasi itu meluap.
Got-got kecil di dalam kompleks perumahan tidak sanggup menampung derasnya air hujan, apalagi banjir kiriman. Tidak banyak yang bisa dilakukan agar bisa membendung air.
Orang-orang menyelamatkan barang-barang berharganya masing-masing. Mereka mengangkatnya ke atas lemari, ke atas meja yang lebih tinggi, atau ke lantai dua rumah mereka.
Sekolompok orang berinisiatif memeriksa ke sekitar jembatan. Sampah menumpuk-memanjang dari bibir jembatan itu, benar-benar menyumbat rapat saluran air.
Air pun meluap ke mana-mana, menggenangi seluruh kompleks perumahan. Setelah mengusahakannya dengan segala macam cara, tumpukan sampah itu pun berhasil dibobol oleh sejumlah warga.
Arus deras mengalir, membawa segala macam sampah. Barangkali, sampah-sampah itu juga akan mampir ke perkampungan atau kompleks perumahan lain, menyumbat sebagian got dan menghalangi jalannya air di sejumlah tempat.
Pelan-pelan, ketika hari sudah terang-benderang, air pun surut. Orang-orang mulai membersihkan rumahnya masing-masing. Sejauh itu, belum ada yang tahu, di mana Abu Bakar berada. Tidak ada yang membicarakannya.
Namun, ketika sore tiba, Fahmi yang penasaran, menuju gubuk Abu Bakar. Tidak ada siapa-siapa di sana. Fahmi hanya menemukan lumpur becek yang telah merendam sebagian gubuk reyot itu.