Rumah Nenek

CERPEN AFRI MELDAM

Laki-laki itu memang menghabiskan waktunya saban hari bekerja di ladang, sembari menggembalakan kerbau-kerbaunya di sana.

Begitu melihat laki-laki itu, nenek langsung berlari dan menempeleng Karanih berkali-kali. Kami bertiga sudah siap dengan kayu dan batu di tangan masing-masing, kalau-kalau Karanih membalas. Namun laki-laki itu diam saja. Rambutnya kusut diacak-acak nenek. Dan entah berapa kali siku nenek menghantam dada keringnya.

“Kau membenciku, Mariani?” laki-laki itu akhirnya bersuara, parau.

Nenek meludahkan ampas sirihnya. “Siapa yang tidak membencimu?”

Sore itu, kami kembali ke rumah dengan perasaan yang bercampur-aduk. Sementara wajah nenek tampak berseri-seri. Cantik sekali! ***

Catatan:

Cak cak pi: petak umpet.

Mamak: saudara laki-laki dari pihak Ibu (suku Minang).

Rumah gadang: rumah tradisional Minang.

Bako: sebutan untuk keluarga dari pihak ayah dalam adat Minang.

Canang: alat musik tradisional, biasa juga disebut talempong.

Pandam: lahan khusus yang digunakan untuk areal pemakaman, biasanya untuk satu suku atau keluarga.

Afri Meldam lahir pada 1987 di Sumpur Kudus, Sumatra Barat. Menyelesaikan studi di Fakultas Sastra Universitas Andalas, Padang. Hikayat Bujang Jilatang dan Take Off adalah dua bukunya yang sudah terbit.  Mempublikasikan cerpen dan puisi di beberapa media lokal dan nasional. Kini menetap di Jakarta.

Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Cerpen yang dikirim orisinal, hanya dikirim ke Cendana News, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online atau buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Karya yang akan ditayangkan dikonfirmasi terlebih dahulu. Jika lebih dari sebulan sejak pengiriman tak ada kabar, dipersilakan dikirim ke media lain. Disediakan honorarium bagi karya yang ditayangkan.

Lihat juga...