Rumah Nenek

CERPEN AFRI MELDAM

Bahkan kandang yang berada di bawah rumah nenek pun tampak sangat terawat. Ayam, itik dan kerbau yang menghuni bagian bawah rumah itu sepertinya juga masih sangat nyaman dengan dinding anyaman bambu yang menjadi pembatas bilik mereka dari dunia luar.

Butuh waktu lama bagi Ibu mencari jawaban yang tepat, hingga akhirnya ia berkata: “Rumah nenek dibangun di tanah bako . Bako nenek meminta tanah itu dikembalikan.”

Meski tak mengerti sepenuhnya penjelasan yang diberikan Ibu, aku tetap merasa sedih mendapati kenyataan bahwa rumah itu harus dibongkar. Bagiku yang masih belum masuk sekolah pada saat itu, alasan rasa sedih itu tentu lebih karena kami tak akan bisa lagi bermain kejar-kejaran di rumah nenek atau alasan-alasan lain yang akan terkesan sepele sekali jika dilihat dari kacamata orang dewasa.
***
SEHARI sebelum pembongkaran dilakukan, nenek sudah menempati sebuah bilik di rumah kami. Barang-barang keperluan nenek sehari-hari sudah dibawa serta.

Sementara perabotan, perkakas dan benda-benda lainnya akan dibawa pada hari orang-orang membongkar rumah nenek. Kecuali dipan kayu yang menjadi tempat tidur nenek. Ia tak mau pergi kalau dipan itu tak ikut dibawa. Katanya dipan itu dibuat sendiri oleh Angku Liman, almarhum kakek.

Kami, terutama anak-anak, senang sekali menyambut kehadiran nenek di rumah. Ia adalah perempuan tua yang sangat penyayang, terutama kepada kami cucu-cucunya.

Setiap hari pekan, kami para cucu akan menyambangi rumah nenek, dan ia akan selalu siap dengan sebuah kantong kecil dari kain perca di tangan. Kantong itu tentu saja berisi uang, dan ia akan membagikannya pada kami semua.

Lihat juga...