Sepatu Pak Guru

CERPEN KAMALLUDIN AS

Warna birunya nampak bersinar di bawah temaram lampu penerang jalan. Sepasang sepatu biru itu. Ia penasaran. Ia juga seperti mengenal caranya berlari. Seperti ketika pak guru mencontohkan cara berlari yang benar. Anak itu benar-benar penasaran. Tapi, dua sosok gelap itu telah menghilang menerobos malam.

Anak yang penuh perhatian itu ingin sekali menceritakan yang ia lihat semalam kepada teman-teman sekelasnya. Tapi, ia bingung. Dan setelah berhasil mengumpulkan cukup keberanian, akhirnya ia hanya bercerita kepada ibunya.

“Husss… ngawur kamu, masak pak guru mencuri!” Sang ibu malah tidak percaya dengan cerita anaknya.

“Mungkin kamu mengigau atau bermimpi. Jangan menuduh jika tak ada bukti,” lanjut sang ibu.

“Kamu pernah cerita pada ibu kan, Nak. Soal pelajaran agama yang diajarkan pak guru. Apa kamu lupa?” Ibunya malah mengingatkan pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, tentang materi huznudzon —berbaik sangka yang diajarkan oleh pak guru.

Negara memang sedang kacau dan belum ada tanda-tanda kondisi akan membaik. Beberapa hari setelah peristiwa gelap itu pak guru mengalami susah tidur. Gelisah. Aksi gelapnya memang tidak tercium oleh warga.

Tapi, pak guru merasa selalu gelisah. Hingga pada suatu pagi pak guru memutuskan untuk mencukur kumis dan janggutnya. Setelah mandi ia mengenakan setelan celana dan kaus berkerah lengkap dengan sepatu biru kombinasi putih. Juga bertopi dan memakai masker.

“Mau ke mana, Pak?” tanya istrinya ketika pak guru berpamitan.

“Ikhtiar Bu, jadi juru parkir di mini market yang lokasinya lima ratus meter dari gang rumah kita.”

“Hati-hati, Pak,” istrinya melepas kepergian pak guru dengan sumringah karena telah mendapat pekerjaan baru di tengah pagebluk yang melanda negaranya.

Lihat juga...