KUMIS dan janggutnya sudah gondrong. Tetapi ia malas mencukur. Karena ia memang sedang tidak bisa ke mana-mana dan tidak bisa ketemu siapa-siapa.
Sudah dua pekan ia di rumah saja dan sepertinya hari-harinya di rumah akan diperpanjang dua pekan lagi, sehingga genap satu bulan.
Bisa jadi setelah genap satu bulan, surat edaran dari dinas pendidikan dan pak gubernur turun lagi, isinya pemberitahuan agar tetap di rumah saja. Jadi, hari-hari di rumah seperti saat ini belum bisa diprediksi sampai kapan akan berakhir.
Ia tak menyangka, bahkan memimpikannya pun tidak, kalau makhluk kecil yang datang dari negeri jauh itu bisa sampai ke sini. Saat itu ia sedang sibuk mempersiapkan Ujian Negara bagi anak didiknya.
Sejak pagi, ia dan beberapa rekannya sibuk menata segala keperluan, seperti: menata ruang ujian, ruang transit pengawas, mengecek administrasi ujian, sampai perihal konsumsi selama masa Ujian Nasional.
Saat itu hari Sabtu. Lusa murid-muridnya akan mengikuti ujian negara. Minggu adalah hari tenang. Ia, rekan-rekan seprofesi, dan murid-muridnya bisa bersantai sejenak.
Ponsel bekas yang ia beli dari temannya sibuk berdering sejak sore. Ratusan pesan whastapp berjejalan. Terutama grup di tempatnya bekerja. Tapi, kepastian itu datang Minggu malam, selepas Isya.
Surat edaran dari Mas Menteri yang mengimbau agar ujian negara ditunda dan proses belajar mengajar diubah ke model daring atau pembelajaran online. Sejak saat itulah pak guru mulai jarang memakai sepatu ke sekolahan.
Sebelum datangnya makhluk kecil dari negeri jauh pun pak guru dan keluarganya sudah terbiasa hidup pas-pasan. Tapi, kini sudah genap sebulan pak guru tidak memakai sepatunya ke sekolahan, paling hanya sesekali ketika dapat jatah piket.