Lintang Waluku

CERPEN EKO SETYAWAN

“Benarkah, Mas?” aku mencoba meyakinkan diriku.

“Tentu saja, Lintang. Bapak menamaimu demikian juga karena ia berkeinginan bahwa kau serupa lintang waluku yang tak lain adalah lambang kesuburan. Bapak ingin anaknya tumbuh subur dan berguna bagi orang banyak juga sebagai penunjuk jalan bagi musim yang membahagiakan.”

“Kau bicara apa, Mas?”

“Asal kau tahu, Lintang. Ada satu hal yang belum kupenuhi dari permintaan bapakmu,” kata Mas Jatmika.

“Apa itu?”

“Bapakmu ingin aku meminangmu. Ibu juga tahu soal ini. Tapi sepertinya memang belum ada yang mengatakan padamu ya? Kupikir memang ini saatnya kau mengetahuinya. Kau sudah dewasa dan kupikir memang sudah saatnya untuk mengetahuinya,” kata Mas Jatmika dengan begitu tenang namun penuh kharisma.

Aku kaget. Dadaku sesak mendengarnya. Tapi memang aku mencintai Mas Jatmika jauh sebelum ia mengatakan hal ini. Aku merasa tiba-tiba bintang di langit berpendar terang dan membentuk formasi lintang waluku. Bapak juga ada di sana. Aku melihatnya sekarang. Begitu terang. ***

Eko Setyawan, menempuh Pendidikan Bahasa Indonesia di FKIP Universitas Sebelas Maret. Bergiat di Komunitas Kamar Kata Karanganyar.

Redaksi menerima kiriman cerpen. Tema bebas tidak SARA. Karya cerpen orisinal, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online, atau buku. Kirimkan karya ke editorcendana@gmail.com. Disediakan honorarium bagi karya yang ditayangkan. 

Lihat juga...