Tidak cukup dari buku atau bacaan google yang sering Anjani akses dari HP android. Sesekali ketika berlebaran di rumah mertuanya, Anjani menajamkan kemampuan memasak.
“Menyantap masakanmu, Mas selalu merasa ada di rumah Mas sendiri. Rumah masa kecil. Terima kasih ya Dik,” demikian puji suami Anjani sembari mencium keningnya.
Itulah kenapa suaminya sendiri yang menyarankan kepada Anjani untuk membuka warung makan untuk mengisi waktu luang.
Suaminya tidak ingin Anjani hanya menjadi seorang ibu di rumah dengan kesibukan monoton yang membuat Anjani tidak berkembang.
Suami Anjani tidak ingin tumpuan ekonomi keluarga hanya bersandar pada satu titik suaminya saja. Setidaknya meski tidak utama, seorang ibu juga harus belajar bisa survive secara ekonomi. Terutama bila seorang suami oleh Tuhan dikehendaki lebih dulu berpulang.
Anjani pun membuka warung makan, Warung Anjani. Warung yang Anjani niatkan sebagai bentuk bakti pada suami dan juga bakti kepada orang yang membutuhkan.
Suaminya mengajarkan bahwa seseorang harus bekerja berdasarkan talenta yang Tuhan berikan. Bekerja semestinya diniatkan untuk membantu banyak orang.
Bekerja bukanlah untuk mencari uang. Bekerja adalah panggilan hidup untuk melayanai kebutuhan banyak orang. Bekerjalah dengan tujuan untuk memberi manfaat bagi banyak orang maka dengan itu kita akan mendapatkan kebahagian dalam hidup.
Karena hidup menjadi punya arti. Uang adalah akibat yang akan datang dengan sendirinya.
Warung Anjani secara perlahan mulai ramai dikunjungi orang-orang yang merasa lapar. Ketekunan Anjani belajar resep memasak dan niat tulus Anjani melayani dengan sebaik-baiknya, membuat masakan Anjani selalu dipuji orang-orang yang berkunjung untuk melepas lapar.