Sesama Pohon Dilarang Berteman

CERPEN MUHAMMAD HUSEIN HEIKAL

Para anak perempuan itu lebih merasa nyaman berada di bawah pohon ceri. Daunnya yang rindang berhasil menutup terik matahari yang berusaha menembus tanah.

Ditambah lagi, buah-buah ceri yang merah amat menggoda untuk dipetik. Di bawah pohon, anak-anak perempuan itu duduk melingkar, bercerita berbagai hal lucu, dan tertawa riang seraya jari-jari kecilnya bergantian mencomoti buah-buah ceri.

Semua itu disaksikan pohon cemara dengan tersenyum. Sebuah senyum yang getir, tentu saja. Ia mengerti ketidakmampuannya untuk melindungi anak-anak tersebut dari sengatan matahari.

Daun-daunnya tidak melebar, begitu pula rantingnya, dan batangnya yang mengerucut ke arah langit. Apalagi dirinya juga tidak bisa menghasilkan buah-buah merah manis seperti pohon ceri itu.
Lama-kelamaan, renungnya ini berubah menjadi tangis pahit, yang didawaikannya dalam diam.
***
HARI ini, pohon cemara pasangannya itu terlihat memucat. Padahal, biasanya di suasana pagi cerah seperti ini, pasangannya itu sangat ceria: bernyanyi-nyanyi sendiri, menari, menggoyang-lenggokkan ranting-rantingnya bersama angin lembut semilir.

Namun pagi ini, ia terlihat amat murung. Daun-daun coklat menumpuk di bawah batangnya. Dengan suara perlahan, ia memanggil, “Ara, bangunlah. Aku merasa tubuhku sangat lemah. Ara… Ara…”

Ara, pasangannya itu masih tertidur khidmat, meski matahari mulai menyenter bumi sejak tadi. “Ara… Ara…”

Berulangkali Cem memanggil-manggil Ara dengan suara lemahnya, yang sama-sekali tak berhasil. Hingga akhirnya ia merasa tidak sanggup lagi memanggil, dan hanya diam menatapi pasangannya itu.

Lamat-lamat, ketika ia terus menatapi pasangannya, ia melihat sesuatu yang aneh di antara ranting Ara yang tertutup daun. Ia melihat buah-buah kecil bulat berwarna merah bergantungan.

Lihat juga...