Individualisme dalam Kampus, Jalan Masuk Radikalisme

Tenaga ahli BPIP, Syaiful Arif, dalam presentasinya mengatakan, mereka yang mudah didoktrin ajaran radikalisme adalah mereka yang baru mengenal agama.

“Karena itu mereka yang sudah mengenal agama mendalam atau yang sudah belajar agama dari pesantren akan sulit dipengaruhi ajaran radikalisme. Sebab mereka tahu cara beragama dari sumber sejatinya. Para santri sudah diajari cara beragama dengan belajar dari dasar,” tuturnya.

Syaiful yang juga akademisi itu mengatakan, cara mendoktrinasi dengan simbol-simbol agama akan menarik bagi yang baru mengenal agama. Tetapi yang sudah pernah belajar agama, tidak mudah dipengaruhi, malahan dikritisi.

Seperti ormas terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ada diklaim sebagai ormas dakwah, padahal kata Hizbut itu artinya partai. Juga kalau dakwah sesuai Al Quran adalah membawa kebaikan yang substansial, bukan dakwah mengubah sistem politik.

Syaiful menekankan, literasi kebangsaan perlu digalakkan di kalangan generasi muda, sehingga mereka yang berniat mengganti NKRI dan Pancasila bisa dicegah. Literasi tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga dunia maya.

“Pancasila itu isinya sesuai dengan ajaran Islam, dan selaras dengan Piagam Madinah zaman Nabi Muhammad. Dan dasar negara itu tepat untuk negara kita yang majemuk atau bhineka ini,” ucapnya.

Pemateri lainnya, Staf Ahli Menteri Kominfo, Gun Gun Siswandi, mengungkapkan, pengguna internet di Indonesia sekarang tercatat 143 juta orang, dengan 87 persennya adalah pengguna media sosial.

“Penyebaran radikalisme bukan dari media ‘online mainstream’, tapi kebanyakan media sosial. Nah ini yang perlu diwaspadai,” ujarnya.

Lihat juga...