Aku begitu bahagia akan menjadi seorang Bapak. Saat anakku lahir nanti, aku berjanji akan menjadi Bapak yang hebat. Sama seperti Bapakku yang hebat.
Sembilan bulan berlalu, isteriku melahirkan bayi laki-laki. Dia begitu lucu. Kata Bapak, bayi memang seperti itu. Sangat menggemaskan dan kecil. Aku resmi menjadi Bapak. Bapak dan Ibu menjadi Kakek dan Nenek.
Setiap bayiku tumbuh, bertambah semangat aku bekerja. Rasanya capek sehabis memulung kandas saat melihat muka manis bayiku. Dan waktu berlalu cepat. Anak laki-laki tumbuh sehat.
Aku menjadi ingat sewaktu kecil.
Bapakku akan mengajari salat dan mengaji. Sekarang aku gantian mengajari anak laki-lakiku salat dan mengaji. Aku dan isteriku juga merasakan kesulitan dalam mengajari anak kami. Aku menjadi sedih karena dulu aku nakal kepada Bapak dan Ibu. Tapi kerja keras tidak akan berbohong. Aku dan isteriku tidak mau menyerah untuk selalu mengajari anak kami salat dan mengaji.
Satu hal yang baru aku ingat. Aku harus mengajari anak laki-laki satu hal. Hal yang begitu penting yang harus dia ingat.
“Nak, kau tidak boleh mendekati sekolah. Tempat itu begitu terkutuk. Di sanalah orang-orang pencuri lahir,” nasihatku.
Ya, aku menanamkan semua yang Bapak ajarkan padaku. Tidak terkecuali kebencian dengan sekolah. Setelah hidup berpuluh-puluh tahun, aku akhirnya menemukan alasan yang tepat kenapa Bapak melarangku sekolah. Bahkan aku akan menjadikan anak laki-lakiku sebagai pemulung.
Kenapa pemulung? Karena jika tidak ada pemulung, bagaimana nasib kota ini? Bagaimana nasib negeri ini? Bagaimana juga nasib peradaban ini? ***
Kebumen, 9 Mei 2018
Umi Salamah lahir di Kebumen, 21 April 1996. Menulis novel, cerpen, puisi, dan artikel. Karyanya termuat dalam berbagai antologi cerpen dan puisi dan di berbagai media cetak. Buku terbarunya Because You Are My Star (novel remaja kontemporer, Alra Media 2017).