SABTU, 16 APRIL 2016
Jurnalis : Miechell Koagouw / Editor : ME. Bijo Dirajo / Sumber Foto: Miechell Koagouw
JAKARTA — Front Pancasila merupakan sebuah organisasi gabungan elemen angkatan 66 yang berada di jalur penegakan, pemantapan, serta pengawalan eksistensi Pancasila di Indonesia yang diyakini mulai berusaha digerus oknum-oknum pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI). Front Pancasila berisi tokoh-tokoh nasional pemerhati, pelaku sejarah, dan akademisi yang juga saksi-saksi sejarah sekaligus pelaku-pelaku sejarah di era pengkhianatan PKI tahun 1948 di era Muso sampai pengkhianatan PKI tahun 1965 di era DN Aidit.
![]() |
| Drs.Alfian Tanjung,M,Pd, Fungsionaris dan Juru Bicara Front Pancasila |
Menurut Front Pancasila, salah satu cara PKI menggerus Pancasila adalah dengan cara meluruhkan kekuatan-kekuatan konstitusional yang berkekuatan hukum tetap. Agenda utama pengikut-pengikut PKI saat ini adalah pencabutan TAP MPRS No.XXV/MPRS Tahun 1966 tentang Larangan Partai Komunis Indonesia dan Underbouwnya serta ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme di Indonesia. Kekuatan konstitusional penghalang kebangkitan PKI lainnya yang mereka tuntut pencabutannya adalah TAP MPR RI No.1 Tahun 2003 Pasal 2 ayat 1 tentang terus berlakunya TAP MPRS No.XXV/MPRS 1966, dan UU No.27 Tahun 1999 tentang perubahan KUHP berhubungan dengan Kejahatan dan Keamanan Negara, maka ajaran komunis dalam segala bentuknya dilarang di Republik Indonesia.
Selain itu, tudingan serta kritikan tajam juga mereka arahkan terhadap pengikut-pengikut PKI yang sekarang diduga berlindung dibalik topeng demokrasi, reformasi hukum, dan penegakan hak asasi manusia mencoba melakukan brainwash terhadap rakyat dengan menonjolkan bahwa PKI adalah pihak yang teraniaya. Yang atas dasar pertimbangan hasil kajian tersebut maka ‘korban-korban pihak PKI’ menuntut permintaan maaf dari Pemerintah Republik Indonesia kepada PKI atas kasus pengkhianatan PKI yang dikenal dengan G.30.S/PKI di tahun 1965. Disamping itu, para pengikut PKI menuntut uang kompensasi kerugian ratusan trilyun dari Pemerintah atas segala ‘penderitaan’ yang sudah mereka alami selama ini.
Menurut juru bicara Front Pancasila, Drs.Alfian Tanjung,M.Pd, rencana pagelaran acara “Simposium Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan” yang akan diadakan di Hotel Aryaduta Jakarta pada 18-21 April 2016 mendatang adalah digagas para pengikut PKI yang didukung Gubernur Lemhanas anyar, LetJen TNI (Purn.) Agus Widjojo. Hal ini diyakini semakin memperbesar ‘bola panas’ sekaligus menjadi tanda tanya besar.
“Keadaan sudah semakin tidak bisa diterima akal sehat. Mereka yang berkhianat, membunuh, dan melakukan usaha makar, tapi pemerintah yang harus meminta maaf. Lalu bagaimana ratusan ribu rakyat dari Kyai, Santri, tokoh-tokoh nasional, hingga perwira TNI yang menjadi korban pembunuhan mereka sejak 1945 hingga 1965. Mengapa tidak ada ulasan kesitu?” sindir Alfian dalam konferensi pers Front Pancasila di Graha 66 Jakarta (16/4/2016).
“Tidak bisa ditutupi lagi, dari 200 undangan yang hadir nanti sebagian adalah simpatisan berikut anggota-anggota PKI ‘terbaru’ yang pada tahun 2010 sudah meluncurkan AD/ART partai dalam pertemuan ‘senyap’ mereka di desa Grabak, Magelang, Jawa tengah,” lanjut Alfian.
Kebijakan pemerintah terkait perjanjian investasi dengan Tiongkok turut disorot oleh Front Pancasila. Mereka meyakini, Poros Jakarta-Beijing akan terulang kembali di era pemerintahan saat ini. Kekhawatiran ini bukannya tanpa alasan, namun melalui sebuah kajian jelas berdasarkan pengamatan akademis. Salah satu contoh yang mengarah kepada pengulangan poros Jakarta-Beijing adalah akan masuknya 10 juta tenaga kerja Tiongkok ke INdonesia dengan kompensasi US$ 50 Milyar atau equivalen dengan kurang lebih 820 Trilyun rupiah. Kedatangan 10 juta tenaga kerja asal Tiongkok ke Indonesia tersebut dilakukan secara bertahap dengan pemerintah menyanggupi dua tuntutan besar para pekerja tersebut yaitu :
1. Dipekerjakan di tempat-tempat kerja yang baik dan strategis.
2. Dapat mengkonversi status kewarganegaraan dari Tiongkok ke Indonesia.
“Kenapa bisa semudah itu. Bagaimana jika mereka itu adalah Tentara Merah (tentara komunis) dari pemerintah Tiongkok. Ini seperti mengkhianati negara sendiri. Sementara jumlah pencari kerja lebih besar dari lapangan pekerjaan, malah ditambah 10 juta tenaga kerja Tiongkok dengan perjanjian khusus pula,” kata Alfian lagi.
Masih menurut Alfian Tanjung, sekarang ini Indonesia sedang dilanda dejavu ‘Gendam PKI’ di tahun 1963-1964. Para pengikut PKI melakukan Hypno-Sosial terhadap masyarakat Indonesia seolah-olah PKI itu tidak ada. Contoh Hypno-Sosial PKI terhadap Indonesia adalah penetapan hari libur nasional tanggal 1 Mei (hari buruh) yang adalah hasil atau rekomendasi Kongres Kominter (Komunis Internasional) di Perancis, tahun 1916, yang ditujukan bagi pengikut komunis di seluruh dunia termasuk Indonesia.
“Saya adalah seorang dosen yang sudah mempelajari gerakan PKI selama 30 tahun. Saya adalah pemerhati yang menggunakan sudut pandang akademis dan beberapa sisi pandang lainnya. Namun walaupun secara kedinasan tidak linear, namun atas nama Front Pancasila maka saya nyatakan bahwa PKI yang lahir tanggal 20 Mei 1920, PKI yang dulu dipimpin DN Aidit, Sudisman, atau Muso, adalah sama dengan kebangkitan PKI saat ini di Indonesia dibawah kepemimpinan Wahyu Setiaji dan Teguh Karyadi,” Jelas dosen MKDK (Mata Kuliah Dasar Kependidikan) UHAMKA tersebut.
Sebenarnya tidak perlu menjadi carut marut seperti ini keadaannya. Sejak era pemerintahan Gus Dur, para tapol PKI sudah diberi pengampunan dan diberikan kebebasan untuk menjalani kehidupan selayaknya orang Indonesia lainnya. Padahal Gus Dur adalah seorang Kyai NU dimana para Kyai serta santri NU adalah menduduki posisi jumlah korban terbanyak dari aksi pembunuhan PKI sejak tahun 1945 hingga 1965.
Amnesty saja sudah cukup bagi para pengikut maupun pelaku kejahatan negara dari PKI. Namun tuntutan beragam yang mereka inginkan dari pemerintah Indonesia semakin memicu kemaraham elemen-elemen masyarakat lainnya khususnya Front Pancasila.
“Bahkan mereka (anggota PKI) sekarang sudah bisa duduk di kursi dewan di senayan, menjadi bupati atau kepala daerah, serta ada juga yang menjadi aparat keamanan. Jika belum cukup juga maka kami akan menghimpun kekuatan untuk meredam keinginan mereka. Kami lakukan ini atas nama puluhan ribu korban pembunuhan PKI sejak tahun 1945 hingga 1965,” kata Alfian lagi.
“Tolong dicatat selain para Kyai dan Santri yang disembelih PKI, banyak tokoh-tokoh yang dibunuh juga secara keji oleh PKI sejak 1945 hingga 1965. Sebut saja RM Suryo, Otto Iskandar Dinata, Tujuh Pahlawan Revolusi, serta banyak lagi. Jadi sekarang siapa sebenarnya yang harus meminta maaf dan bertobat? “pungkasnya.
Dugaan infiltrasi PKI di negara ini memang sudah banyak tersebar luas. Masyarakat juga sudah banyak bertanya-tanya dalam kegamangan akan kebenaran. Akan tetapi, terlepas dari itu semua, maka tidak sepatutnya Ideologi Komunis ada di Indonesia.
Pancasila berkata melalui sila pertamanya : “Ketuhanan Yang Maha Esa”, ini artinya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Tuhan dan taat beragama. Sedangkan faham komunis adalah faham anti-Tuhan dan menghalalkan segara cara untuk mencapai tujuannya, termasuk melenyapkan nyawa manusia.