Amnesti-Abolisi “Membeli” Oposisi ?

Subyek: Abolisi bisa kasus pidana umum tertentu. Amnesti: biasanya pidana politik atau massal.  Pemberi: Abolisi maupun Amnesti sama-sama diberikan presiden (dengan pertimbangan DPR).

Kita tidak berbicara teknis hukumnya. Banyak mazdhab. Banyak Varian.  Kita bicara politik kekuasaan dan politik hukumnya saja.

Tom Lembong maupun Hasto  terjerat kasus korusi. Terpidana korupsi. Pasal 14 UUD 1945 tidak membatasi Amnesti dan Abolisi hanya untuk kejahatan politik. Akan tetapi praktik di negara demokrasi, korupsi hampir selalu dikecualikan.

Korupsi bukan kejahatan politik. Melainkan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Amnesti dan Abolisi secara etik dan moral tidak semestinya diberikan kepada pelaku korupsi.

Pemberian Abolisi-Amnesti terhadap terpidana korupsi bisa menjadi preseden buruk. Ketika presiden memberi pengampunan kepada koruptor, itu menjadi yurisprudensi buruk. Melemahkan KPK, dan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Bisa diartikan: intervensi kekuasaan eksekutif terhadap proses peradilan.

DPR ikut bertanggung jawab. Amnesti dan Abolisi memerlukan persetujuan DPR. Artinya ikut meloloskan pemberian pengampunan terhadap koruptor. DPR merupakan lembaga politik, maka putusan pemberian Amnesti dan Abolisi dipenuhi konflik kepentingan politik.

Pemberian Abolisi-Amnesti terhadap terpidana korupsi merupakan pelanggaran Prinsip Antikorupsi (UNCAC). Indonesia peserta United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Memberi pengampunan pada koruptor bertentangan dengan semangat konvensi ini, yang menekankan pada deterrence (efek jera) dan transparansi proses hukum.

Lihat juga...