Selain itu Indonesia juga ekspor alas kaki, karet beserta produk turunannya, mebel, produk hewan air dan turunannya. Selain itu Indonesia juga mengekspor mesin dan peralatan mekanik, daging dan produk hewan air kemasan.
“Jika alasan resiprokal tarif Trump adalah ketidakseimbangan neraca perdagangan dengan Indonesia, mari kita seimbangkan saja. “Pak Puk” ndak apa-apa. Terpenting industri kedua negara tetap berjalan. Tidak usah ngambek begitu. Indonesia negara kaya. Bisa membeli produk AS. Agar neraca seimbang”.
Mungkin begitu sikap Presiden Prabowo jika diterjemahkan secara bebas. Ketika menawarkan strategi “Pak Puk” kepada kemarahan AS yang ekonominya tidak akan hegemonik lagi itu. Saat ini Industri manufaktur Tiongkok sudah lebih besar dibanding gabungan produksi manufaktur AS, India, dan Jerman. Hutang pemerintah AS lebih besar dibanding gabungan hutang pemerintah Tiongkok, Jepang, UK dan India. Gambaran ekonomi AS tidak dominan lagi.
Atas perang tarif itu Indonesia tidak konfrontatif. Melainkan mengajak pada formulasi win-win dalam perdagangan Indonesia-AS.
Lantas apa keuntungan strategi “Pak Puk” itu bagi Indonesia ?. Sebagai komunitas kritis non ekonom, kita hanya bisa menyodorkan analisa.
Pertama, untuk mempertahankan industri dalam negeri, khususnya produsen produk ekspor Indonesia ke AS. Ketika kenaikan tarif dibatalkan dengan kompensasi impor produk AS, produsen kedua negara akan tetap bertahan. Tidak mati oleh perang Tarif. Indonesia bisa impor produk-produk AS yang memang tidak bisa diproduksi oleh Indonesia sendiri. Indonesia akan tetap impor produk-produk itu walau tidak dari AS.