Hujan

CERPEN SATMOKO BUDI SANTOSO

KAMU selalu memandang hujan dengan gamang. Katamu, seperti mengabarkan kecemasan. Padahal banyak orang justru berbahagia dengan datangnya hujan.

Sumur-sumur jadi terisi air lagi, tanaman kembali basah dan subur, petani riang, dan perasaan setiap orang ketika hujan datang juga terasa tenteram, meskipun bisa saja sedang dililit banyak masalah.

Kamu memang pernah berkata, meskipun hujan cukup membahagiakan bagi banyak orang, namun bagi banyak orang lainnya bisa sangat menyengsarakan.

Waktu itu, kamu sempat mengutip pernyataan seorang penyair bahwa hujan justru akan menciptakan empang raksasa, sejumlah desa terendam air sebab sungai meluap, sejumlah kota pun juga terendam air karena dataran sudah banyak aspal dan beton.

Katamu juga, waktu itu, hujan pada masa kecilmu dulu berbeda dengan hujan di masa kini ketika hacker bisa dengan mudah memandang aktivitas orang dengan menggunakan satelit, tanpa sensor.

Aku teringat ceritamu soal hujan di masa kecil adalah justru bermain sepak bola di tanah lapang, jatuh berkali-kali berlumur lumpur, tak peduli bola masuk ke gawang berapa kali yang pasti kamu dan teman-temanmu riang.

Lalu setelah capek bermain bola kamu dan kawanmu segera menengok sungai terdekat. Was-was jika sungai meluap.

Kadang-kadang, sungai di desamu memang bisa saja meluap. Membanjiri ladang di sekitarnya dan membuat tanaman singkong, pisang, cabai, terong, kunir, kunyit, kapulaga, mangga, jambu, pepaya, nanas, nangka, jeruk, atau apa pun yang tak jauh dari sungai itu terendam air.

Kamu selalu tak bisa melupakan jika sungai di desamu meluap, justru ada seorang pemuda gagah berani yang menguji nyali melintasi banjir seperti halnya tubuh pohon pisang yang hanyut.

Lihat juga...