Aku menjatuhkan diriku ke lantai, dan perlahan merangkak menuju jendela. Jika aku berada di dekat jendela yang terkunci rapat itu, mungkin saja.
Mungkin saja aku bisa lebih dekat dengan para kunang-kunang itu. Mungkin saja mereka akan berhenti dan mendengarkan suaraku. Perlahan tapi pasti, aku terus merangkak dan mendekati jendela itu.
Semakin lama aku mendekatinya semakin sulit rasanya untuk meraihnya. Namun ketika aku telah sampai di depan jendela itu, aku pun menyadari kemungkinan lain yang bisa kupilih.
Bisakah aku keluar jendela? Apakah jika aku melihat keluar jendela aku bisa menemukan malam? Apakah malam akan berbicara padaku lagi jika aku berada di luar sana?
Aku mengulurkan tanganku, mengulurnya keluar jendela sebagai kait. Kemudian dengan sekuat tenaga aku melemparkan diriku keluar jendela.
Seketika semua ilusi dan sandiwara yang dimainkan di dalam kepalaku hilang. Semuanya sunyi dan senyap. Aku tersenyum sambil berpikir bahwa dengan cara ini satu mulut sudah berkurang. ***
Astri Anggraeni, lahir di Sleman, Yogya, 24 Juli 2002. Mahasiswi semester 3 Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Karya cerpennya ada dalam antologi Hancurnya Topeng-topeng Berjalan yang diterbitkan Balai Bahasa Yogyakarta pada 2018.
Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Cerpen yang dikirim orisinal, hanya dikirim ke Cendana News, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online atau buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Karya yang akan ditayangkan dikonfirmasi terlebih dahulu. Jika lebih dari sebulan sejak pengiriman tak ada kabar, dipersilakan dikirim ke media lain. Disediakan honorarium bagi karya yang ditayangkan.