Rebut Kekuasaan, PKI Lakukan Operasi Militer dan Politik
Apabila upaya itu dihalang-halangi, misalnya oleh pengawal Presiden, Soepardjo dapat menekan mereka dengan menyatakan pasukan-pasukan di sekitar Monas akan segera bergerak menyerbu Istana. Skenario “penjemputan” mengalami kegagalan karena Tuhan menyelamatkan Presiden Soekarno yang malam harinya berhasil dirayu istrinya, Dewi, untuk menginap di rumahnya, Wisma Yaso. Pada jam 6.00 WIB. 1 Oktober 1965, Presiden tidak berhasil ditemukan oleh Soepardjo dan keberadaan pasukan di sekitar Monas tidak jadi memiliki konstribusi maksimal sesuai skenario.
Sedangkan skenario tekanan kepada Presiden di tempat penyanderaannya yang baru, di rumah Soesanto di kawasan Halim, dilakukan dengan menempatkan pasukan pengawal dari AURI yang sepenuhnya dikendalikan untuk mengikuti arahan pimpinan G30S/PKI. Tidak jauh dari tempat itu juga disiagakan ribuan Pemuda Rakyat bersenjata, yang pada waktu pagi harinya turut partisipasi membantai jenderal-jenderal TNI AD.
Keberadaan Pemuda Rakyat bersenjata sewaktu-waktu dapat dijadikan instrumen penekan kepada Presiden apabila tidak sejalan dengan skenario G30S/PKI. Rencana ini juga tidak sepenuhnya berhasil, karena kegagalan Soepardjo menjemput Presiden Soekarno di Istana, menyebabkan Presiden datang sendiri ke Halim dengan iring-iringan pengawalan petugas keamanan dan pembantu-pembantu terdekatnya.
Lepasnya Presiden dari perangkap G30S/PKI telah memunculkan inisiatif baru pada diri Presiden untuk berenang di antara dua inisiatif sebelumnya, yaitu pimpinan G30S/PKI dan Kostrad. PKI tidak lagi bisa mendiktekan agendanya secara leluasa, akan tetapi harus menghitung keberadaan Kostrad yang dikendalikan Mayjen Soeharto dan keberadaan Presiden Soekarno yang lolos dari jebakan dan beberapa minggu sebelumnya telah divonis oleh dokter-dokter RRC, tidak akan berumur panjang.