Malam kedua Dewanti masih gelisah tidur, menanti pagi, dan ingin memergoki pencuri mengembalikan bunga-bunga anggrek. Ia tak sepenuhnya dapat memejamkan mata, nyalang, dan menahan diri dari kegugupan.
Sesekali ia turun dari ranjang, berjalan dengan langkah ringan, berhenti di depan jendela ruang tamu, menyingkap gorden, memandangi teras dan pelataran. Tak ada onggokan bunga-bunga anggrek di teras dan pelataran.
Malam ketiga Dewanti tak lagi berharap memergoki maling yang mengembalikan bunga-bunga anggreknya. Ia terlelap tidur lebih awal, dan tak siuman sama sekali. Ia terbangun saat azan subuh. Tanpa harapan apa pun dibukanya pintu.
Dibentangkan. Ia terpana. Sekarung bunga anggrek tergeletak di pelataran. Maling itu mengembalikan bunga-bunga anggrek yang pernah dicurinya, persis seperti yang dikatakan Pak Jo.
Dewanti sibuk mengambil bunga-bunga anggrek itu dan mengaturnya di taman belakang rumah. Bunga-bunga anggrek bulan digantung pada batang pohon jambu air. Sebagian anggrek tanah diatur berjajar di sekitar green house yang teduh.
Disiraminya bunga-bunga anggrek itu. Memang terdapat kelopak-kelopak bunga anggrek yang lusuh. Tapi tak ditemukannya bunga-bunga yang rontok dan tangkai yang patah.
***
BERANGKAT ke kampus, melewati pintu gerbang perumahan menuju jalan raya, lagi-lagi Dewanti berterima kasih pada satpam muda yang menawan.
Satpam itu menyeberangkannya. Dewanti mengangguk, tersenyum pada satpam, dan lelaki muda itu sangat sopan, tawanya selalu berkembang. Dewanti berpikir, apa satpam muda itu berlaku sopan bagi semua penghuni perumahan yang dijaganya?
Sore hari Dewanti singgah ke kebun pembibitan anggrek Pak Jo. Ia ingin menuntaskan rasa penasaran. Bagaimana mungkin Pak Jo mengetahui bunga-bunga anggrek itu akan dikembalikan pada dini hari?