“Mohon maaf, sayalah yang mencuri bunga-bunga anggrek Ibu.”
Tercengang, tak pernah menduga satpam muda itu pelaku pencuri bunga-bunga anggreknya, Dewanti tertegun.
“Ampuni saya. Saya sangat memerlukan uang untuk bayar kontrak rumah.”
Lama Dewanti terdiam. Ia tak bisa marah dengan seseorang yang selama ini berbuat baik dalam hidupnya. Melangkah lambat-lambat, Dewanti memasuki kamar, mengambil sejumlah uang yang diperlukan satpam muda itu. Diulurkan sejumlah uang yang diperlukan untuk membayar kontrak rumah.
“Ini, pakailah!”
Bimbang, malu, satpam itu menerima uang pemberian Dewanti. Tangannya bergetar. “Terima kasih. Saya pinjam.”
“Tak perlu dikembalikan.”
Satpam itu meninggalkan pelataran rumah Dewanti, seperti tubuh jailangkung dirasuki dan digerakkan roh alam gaib. Lelaki muda itu telah ditaklukkan mantra dari jagat suwung.
Dewanti menyirami bunga-bunga anggrek dengan terus-menerus mengingat betapa magis senyum Pak Jo yang jenaka. Bagaimana mungkin Pak Jo bisa menggerakkan seorang pencuri yang tak dikenalinya untuk melakukan pengakuan?
Dewanti berangkat ke kampus, melewati pintu gerbang perumahan dan menyeberang jalan, tak lagi bertemu satpam muda. ***
Pandana Merdeka, Januari 2021
S. Prasetyo Utomo, sastrawan, dosen di Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah. Buku kumpulan cerpen terbarunya Kehidupan di Dasar Telaga (Penerbit Buku Kompas, 2020).
Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Cerpen yang dikirim orisinal, hanya dikirim ke Cendana News, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online atau buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Karya yang akan ditayangkan dikonfirmasi terlebih dahulu. Jika lebih dari sebulan sejak pengiriman tak ada kabar, dipersilakan dikirim ke media lain. Disediakan honorarium bagi karya yang ditayangkan.