Aktivis Lingkungan di Kepri Desak Perusahaan Reklamasi Lahan Pascatambang
TANJUNGPINANG — Aktivis lingkungan, Kherjuli mendesak puluhan perusahaan di sejumlah daerah di Provinsi Kepulauan Riau melakukan reklamasi setelah mengeruk bahan mineral di sejumlah lokasi.
“Pemulihan lingkungan itu pascatambang itu bukan pilihan dapat ditunda atau tidak dilaksanakan. Ada ancaman pidana serius bagi perusahaan yang melanggar komitmen tersebut,” kata Kherjuli, yang juga Presiden LSM Air, Lingkungan dan Manusia (ALIM) di Tanjungpinang, Rabu.
Tanggung jawab pihak perusahaan dalam melakukan reklamasi di lokasi yang pernah ditambang merupakan kewajiban sesuai UU Nomor 3/2020 yang mulai berlaku Desember 2020. Berdasarkan undang-undang itu, pemegang Ijin Usaha Pertambangan dan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUP dan IUPK) yang ijin usahanya sudah dicabut atau berakhir, tetapi tidak melaksanakan reklamasi pascatambang atau tidak menempatkan dana jaminan pascatambang, dapat dipidana paling lama lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Untuk menghindari hukuman itu, ia mengimbau puluhan perusahaan yang pernah mengeruk kekayaan alam dari perut bumi Lingga, Karimun, Bintan dan Tanjungpinang untuk melakukan reklamasi. Setelah melakukan pemulihan lingkungan tersebut, pihak perusahaan dapat mencairkan dana jaminan reklamasi yang disimpan di bank milik pemerintah.
“Dana tersebut sebaiknya diambil kembali setelah komitmen memelihara lingkungan pascatambang dilakukan. Itu hak perusahaan,” tegasnya.
Ia mengatakan rencana pertambangan bauksit, pasir darat dan granit tidak jarang dikaitkan dengan isu kerusakan lingkungan. Penolakan terhadap pertambangan disebabkan perusahaan-perusahaan pertambangan meninggalkan catatan hitam setelah mendapatkan keuntungan meninggalkan lokasi yang sudah rusak parah.