Kemarahan Amerika mencapai puncaknya dengan menyerang pusat kota Hirosima dan Nagasaki dengan bom atom. Setelah itu Jepang secara resmi menyerah dan berakhirlah Perang Dunia II.
Bagi kakek, sungguh berat menjadi Gumincuk pada hari-hari terakhir di Zaman Jepang. Setiap hari selalu ada warga yang mati kelaparan. Ketika sedang kelaparan, banyak rakyat memang mudah terserang berbagai macam penyakit.
Setiap hari, sejumlah rakyat tewas setelah beberapa jam terserang penyakit kolera atau muntaber karena terpaksa makan rebung dan bonggol pohon pepaya atau bonggol pohon pisang yang direbus tanpa gula tanpa garam.
“Kalau begitu, Kakek adalah saksi pembantaian massal, bahkan mengetahui di mana letak semua kuburan massal meskipun tanpa nisan,” aku berkomentar setelah menyimak cerita kakek.
Kakek mengangguk-angguk dengan menghela napas panjang, lalu bertutur dengan suara berat: “Ah, sudahlah. Semua sudah berlalu. Tak perlu diungkit-ungkit lagi. Yang penting sekarang sudah damai, tidak ada perang lagi, meskipun masih banyak rakyat yang diam-diam kelaparan.” ***
Griya Pena Kudus, 2020
Maria M. Bhoernomo lahir di Kudus 23 Oktober 1962. Banyak menulis prosa, puisi dan esai yang dipublikasikan di sejumlah media.
Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Cerpen yang dikirim orisinal, hanya dikirim ke Cendana News, belum pernah tayang di media lain baik cetak, online atau buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Karya yang akan ditayangkan dikonfirmasi terlebih dahulu. Jika lebih dari sebulan sejak pengiriman tak ada kabar, dipersilakan dikirim ke media lain. Disediakan honorarium bagi karya yang ditayangkan.