Gumincuk

CERPEN MARIA M. BHOERNOMO

Kakek menghela napas panjang, sebelum kemudian bercerita tentang tragedi di Zaman Jepang secara detil. Aku menyimaknya dengan mata menerawang sambil membayangkan masa-masa kelam sebelum Indonesia merdeka.

***

PAGI masih berkabut ketika beberapa kapal perang berbendera Jepang tampak berlabuh di pantai utara Jawa. Lantas, dari kapal-kapal perang itu, tiba-tiba terdengar suara dentuman-dentuman meriam dan rentetan tembakan senapan.

Dalam sekejap, suara dentuman meriam dan rentetan senapan disambut dengan suara kentongan bertalu-talu. Teriakan dan jerit tangis rakyat di kampung pesisir utara bersahutan-sahutan. Sejumlah rakyat langsung tewas tertembus serpihan logam dari meriam-meriam yang meledak atau tertembus peluru yang dimuntahkan dari senapan di atas kapal-kapal yang baru saja berlabuh itu.

Rakyat di pesisir utara yang masih hidup langsung berlarian mengungsi ke desa-desa di selatan, untuk menghindari hujan bom dan peluru. Mereka tak sempat membawa harta benda. Bahkan mereka tak sempat membawa bahan-bahan makanan untuk bisa dimakan selama mengungsi di desa-desa lain.

Tentara Jepang langsung menyerbu kampung-kampung di pesisir utara untuk menjarah harta benda yang ditinggalkan warganya. Semua bahan makanan dan hewan ternak diangkut ke kapal. Rumah-rumah yang habis dijarah langsung dibakar hingga hangus.

Setelah menjarah dan membakar kampung-kampung di pesisir utara, Tentara Jepang bergerak ke selatan dan menyerbu desa-desa. Semua rakyat dipaksa bertiarap dan jika menolak langsung ditembak mati.

Kakek bersama nenek dan ibu mencoba sembunyi di kolong ranjang di dalam kamar, tapi tertangkap oleh Tentara Jepang yang menggeledah setiap rumah. Kakek bersama nenek dan ibu langsung diseret keluar.

Lihat juga...