Gumincuk

CERPEN MARIA M. BHOERNOMO

“Ampun. Jangan bunuh kami,” rintih kakek ketika bersama nenek dan ibu hendak dibantai oleh tentara Jepang di halaman rumah.

Tiba-tiba satu regu tentara Jepang urung membantai kakek bersama nenek dan ibu. Tapi karena dibiarkan hidup, kakek kemudian dipaksa untuk mengevakuasi dan memakamkan mayat-mayat yang bergelimpangan di banyak tempat. Tentara Jepang rupanya ingin segera menghapus jejak-jejak kekejamannya yang telah melakukan pembunuhan massal, dengan memaksa kakek untuk segera menguburkan semua mayat yang terluka oleh bom, peluru dan pedang.

Dikawal satu regu tentara Jepang dengan senapan terkokang siap ditembakkan, kakek yang gagah perkasa bersama beberapa lelaki yang juga tidak ikut dibantai oleh tentara Jepang segera mengangkat mayat-mayat yang bergelimpangan di banyak tempat untuk dikumpulkan di sebuah tanah kosong yang akan dijadikan kuburan massal.

Setelah semua mayat terkumpul, kakek dan beberapa lelaki lain segera menggali lubang besar. Kemudian, tanpa dimandikan, tanpa dikafani, bahkan tanpa doa-doa, mayat-mayat itu segera dikuburkan dalam satu lubang besar.

“Tak usah diberi nisan!” bentak komandan regu tentara Jepang sambil menodongkan senapannya ketika kakek dan beberapa lelaki lain hendak mengambil batu-batu untuk diletakkan di atas kuburan massal itu.

Sehabis menguburkan mayat-mayat di desa kami, kakek dan beberapa lelaki lain dipaksa oleh tentara Jepang untuk secepatnya melakukan pemakaman massal terhadap para korban di desa-desa lain. Siang malam kakek dan beberapa lelaki lain mengangkat mayat-mayat dan kemudian menggali lubang besar untuk menjadi kuburan massal.

Lihat juga...