Kesenian Wayang Potehi, Bertahan dari Perubahan Zaman
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Di satu sisi, seiring perkembangan zaman, keberadaan wayang potehi berangsur-angsur tergeser oleh kemajuan teknologi. Hal ini, karena minimnya minat generasi muda, untuk mempelajari atau sekedar menonton pertunjukan wayang potehi.
Hal tersebut seperti digambarkan pegiat sekaligus dalang wayang potehi, Toni Harsono. Dipaparkan, saat ini, penggemar wayang potehi terbatas para orang tua. Tidak hanya itu, permintaan pementasan juga minim. Hal ini berbeda jauh di kala era tahun 1960-an hingga 1970-an.
“Kebetulan kakek saya dalang wayang potehi dari Tiongkok sekitar tahun 1920-an, kemudian papa saya juga dalang, dan sekarang saya teruskan juga sebagai dalang wayang potehi sejak tahun 2001,” paparnya, saat ditemui di Semarang, Minggu (16/8/2020).
Diakuinya saat ini, banyak mainan modern yang mampu menarik para anak muda, dibandingkan wayang potehi. “Itu sebabnya, saya berusaha untuk terus melestarikan wayang potehi, meski peminatnya terus menurun. Untuk itu, saya berkeinginan untuk bisa keliling Indonesia, setidaknya di Jawa terlebih dulu. Singgah di kota-kota, untuk memperkenalkan kembali wayang potehi,” terangnya.
Diakuinya, selain peminat yang terus menurun, kesulitan lain dalam wayang potehi yakni pada regenerasi dalang, hingga bentuk wayang potehi yang asli.
Toni mengaku selama bertahun-tahun, berusaha mengembalikan lagi bentuk asli wayang potehi dari Tiongkok dengan berguru kepada sejumlah dalang senior hingga mempelajari kembali wayang potehi peninggalan dari sang kakek.
“Regenerasi dalang potehi saat ini juga minim. Para anak muda sekarang jarang ada yang mau jadi dalang, bahkan yang ayahnya dalang, belum tentu anaknya mau jadi dalang juga. Hal ini mungkin karena profesi dalang potehi, dinilai belum menjanjikan dari segi finansial. Memang pementasan wayang juga masih terbatas, terutama hanya ramai pada hari-hari tertentu,” tambahnya.