Kemarau, Petani di Lamsel Panen Cabai Jawa
Editor: Koko Triarko
Tanaman merambat tersebut, menurut Jumadi tidak butuh perawatan khusus. Kebutuhan air akan terpenuhi oleh pohon inang sebagai rambatan. Bersimbiosis mutualisme dengan tanaman lain, membuat jenis pohon yang dirambati bisa menahan proses penguapan saat kemarau. Ketinggian rambatan mengikuti pohon yang dijadikan tempat menempel akar.
“Tertinggi tanaman yang saya miliki mencapai lima meter, proses panen puyang memakai tangga,” cetusnya.
Mendapat hasil panen sekitar 600 kilogram puyang basah, ia bisa mendapat sekitar 450 puyang kering. Tingkat penyusutan untuk pengurangan kadar air mempengaruhi tingkat keawetan puyang. Makin kering, daya tahan saat disimpan tanaman rempah tersebut makin lama. Disimpan dalam wadah kedap udara, bisa disimpan hingga setahun.
Zainal Abidin, petani di desa yang sama, menyebut puyang tumbuh subur di kebunnya. Potensi lahan di dekat sungai Ham Kawokan membuat tanaman tetap subur kala kemarau. Awal musim kemarau, merangsang pertumbuhan bunga dan buah. Uniknya, tanaman tersebut bisa berbuah sepanjang waktu. Namun, puncak panen setahun sekali.
“Berbuah rutin setiap bulan, tapi sedikit kini berbuah banyak sejak Agustus, puncaknya Oktober,” cetusnya.
Zainal Abidin mengatakan, semula menanam puyang karena masih ada tradisi ‘ngumbul’. Saat menginap di gubuk di kebun miliknya, puyang bisa memiliki banyak manfaat. Sebagai minuman jamu yang diseduh bersama gula aren, serai untuk pengusir masuk angin. Selain itu, bisa dipakai untuk bumbu memasak. Namun, nilai ekonomis tinggi memberi hasil baginya.
Memanen 5-10 kilogram per pohon, ia memiliki ratusan tanaman. Menghasilkan sekitar kurang dari satu kuintal puyang kering, ia menjualnya ke pengepul. Dibeli seharga Rp50.000 per kilogram, memanen 85 kilogram bisa mendapatkan hasil Rp4,2 juta. Panen saat musim kemarau membuat kualitas puyang meningkat, karena kadar air rendah.