Imlek dan Kue Keranjang

CERPEN AGNES YANI SARDJONO

Kuambil pisau belati untuk mengelupas plastik pembungkus kue. Tinggal mencongkel plastik itu dengan ujung pisau belati.

“Jangan membunuh,” tiba-tiba telingaku mendengar suara itu.

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Sepi. Tidak ada siapa-siapa. Kembali pisau belati kuarahkan ke kue keranjang.

“Jangan menyakiti makhluk lain.”

Kembali terdengar suara misterius. Pisau belati kuletakkan. Lalu dua ujung jari telunjuk kupakai untuk mengorek telinga kanan dan kiri.

Siapa tahu telingaku kotor lalu jadi penyebab seolah-olah mendengar suara. Begitu kedua telinga kuanggap bersih, kembali kuambil pisau belati.

“Mau apa kamu?” tanya sebuah suara.

“Mau mencongkel plastik pembungkus kue keranjang!” jawabku asal saja. Mungkin telingaku yang tidak normal. Seperti mendengar suara-suara gaib.

“Letakkan pisau itu.”

“Kenapa?”

“Tidak baik digunakan.”

“Apa aku harus makan plastik pembungkusnya?”

Tidak ada suara yang menjawab. Maka segera kucongkel plastik pembungkus kue keranjang. Sekali ungkit plastik itu lepas dari tempatnya. Kue keranjang bisa langsung kupotong-potong.

“Jangan ada pembunuhan,” kembali seperti ada suara.

“Siapa yang mau membunuh?” tangkisku.

“Pisaumu.”

“Ini mau kupakai untuk memotong-motong kue keranjang!” balasku dengan nada geram.

“Jangan melukai.”

“Siapa yang mau melukai?”

“Kamu.”

“Aku hanya ingin memotong-motong kue keranjang, tahu?!”

Tidak ada suara. Kembali aku menengok ke kanan dan ke kiri. Tetap tidak ada seorang pun.

“Mama! Nuri!” teriakku keras-keras. Tidak ada yang menyahut. Rumahku ukuran kecil. Mustahil istri dan anakku tidak mendengar teriakanku. Kalau saja keduanya ada di rumah. Karena tidak ada yang menyahut, aku jadi bingung, lalu suara siapa tadi?

Lihat juga...