Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 16/06/2025
Dunia kini menjadi kampung raksasa. Tidak ada sekat antar kawasan. Terkecuali sedikit tempat seperti Korea Utara. Masyarakat global sulit menjangkaunya. Sebaliknya, penduduk Korea Utara juga sulit bersapa dengan masyarakat global. Kebijakan negara itu memenjara dirinya sendiri.
Selebihnya, penduduk global disambungkan bukan saja kecepatan transportasi. Teknologi informasi menjadikan setiap jengkal kawasan di belahan dunia manapun bisa saling bersapa secara real time. Juga mengikuti perkembangan satu sama lain secara real time pula. Maka kejadian di belahan bumi manapun akan meresonansi setiap jengkal bumi lainnya.
Dinamika kampung global ini bisa kita deteksi melalui konflik idiologi yang sedang berlangsung. Dari top 10 konflik idiologi dunia, bisa kita jadikan pisau pencermatan. Seperti apa dunia kita saat ini berada.
Pertarungan antara “ Demokrasi vs. Otoritarianisme” menempati 20% porsi konflik dunia. Kapitalisme vs. Sosialisme – 15%. Islamisme vs. Sekularisme – 13%. Progresivisme vs. Konservatisme Budaya – 12%. Ekologisme vs. Ekspansionisme Ekonomi – 10%. Identitas Nasionalisme vs. Globalisme – 9%. Teknokrasi vs. Demokrasi Partisipatif – 7%. Barat vs. Sinosentrisme – 6%. Postmodernisme vs. Rasionalisme – 5%. Neo-Kolonialisme vs. Kedaulatan Global Selatan – 3%.
Data berdasar riset digital ini, menggambarkan sinyalemen benturan peradaban Islam dan barat versi Hutington sudah memudar. Tidak lagi menjadi kerangka dominan dalam menjelaskan dinamika konflik global. Islamisme vs. Sekularisme lebih menjelaskan konflik dalam tubuh ummat Islam sendiri. Tidak memberi gambaran pertengkaran antara Barat dan Islam. Islamic Phobia juga memberi Gambaran konflik identitas nasionalisme dan globalisme. Benturan jutru tampak antara Cina dan Barat (Sinosentrisme-6%).