Stigmatisasi HTI Bisa Menyebabkan Disintegrasi Bangsa
OLEH ABDUL ROHMAN
Bagaimana sistem pengelolaan bangsa? Sila keempat mengamanatkan agar pengelolaan negara berdasarkan demokrasi, melalui sistem permusyawaratan-perwakilan, dengan dipandu “hikmat kebijaksanaan”.
Ini mirip dengan ajaran agama Islam, “Selesaikan urusanmu secara musyawarah, dengan bimbingan orang sholih”. Maka MPR yang asli dan sebelum amandemen, merupakan perpaduan antara orang partai, Utusan Daerah dan Utusan Golongan.
Utusan Golongan inilah yang berfungsi sebagai penyeimbang, kumpulan “orang-orang sholih”. Merupakan orang-orang terbaik yang direkruit berdasarkan ketokohan golongan.
Jadi keputusan yang dihasilkan bukan kreasi berfikir bebas-sebebasnya, akan tetapi bimbingan orang-orang arif yang dimiliki bangsa ini. Orang arif itu diseleksi secara alamiah melalui ketokohan golongan-golongan (termasuk didalamnya pemuka agama, kasultanan dan tokoh adat). Sila kelima mengamanatkan terwujudnya keadilan soial di semua lini.
Konsepsi sistem kepemimpinan dan pengelolaan bangsa tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sistem pemilihan pemimpin pun pernah dicontohkan oleh Khulafaur Rashidin. Beragam cara. Tidak dominasi satu cara/metode.
HTI sudah dibubarkan. Konsepsi khilafah yang diusungnya juga ditolak. Sayangnya HTI terus dijadikan instrumen sebagai hantu untuk memecah belah bangsa ini, termasuk memecah ummat Islam sendiri.
HTI dijadikan ancaman bagi bangsa, karena memang berpotensi mengusik Pancasila. Harusnya cukup sampai di sini. Tapi namanya politik, dalam banyak hal menghalalkan segala cara. Semua yang kritis kepada rezim digeneralisasi dan dituding HTI. Semua yang tidak mendukung rezim dituding HTI. Beda pendapat dengan rezim, dituding HTI.