‘Ngoclok’, Cara Unik Warga Lamsel Berburu Gurita
Editor: Koko Triarko
Saat melihat gurita ukuran besar, ia akan membalik bagian pangkal batang bambu agar tidak patah. Hasil tangkapan gurita dengan ngoclok yang masih hidup saat ini dijual Rp50.000 per kilogram.
Harga gurita yang lumayan membuat Mulyadi memanfaatkan waktu surut air laut untuk ngoclok. Mendapatkan 4 kilogram gurita saja, ia bisa mendapatkan Rp200 ribu per hari.
Tangkapan gurita menurutnya tak langsung dijual, sebab ia memiliki keramba penampungan. Keramba penampungan di tepi pantai terbuat dari keranjang berlapis jaring untuk mengumpulkan gurita hingga 100 kilogram sebelum diambil pengepul.
Pencari gurita dengan teknik ngoclok, lainnya, Hasan dan Ibrohim, warga Desa Tajimalela, Kalianda, menyebut dengan ngoclok ia tidak perlu membawa pancing. Sebab, ia bisa mencari bambu atau pelepah aren yang banyak tumbuh di Bakauheni. Saat surut air laut, pantai Tanjung Tuha menjadi lokasi mencari gurita dengan teknik ngoclok.
“Selain gurita, ngoclok juga bisa digunakan untuk mencari cumi-cumi yang kerap menepi di sekitar pantai,” ungkap Hasan.
Menurut Hasan, pencarian gurita dengan ngoclok karena adanya peluang permintaan. Selain diolah menjadi bahan kuliner pada sejumlah restoran, hasil tangkapan bisa dipergunakan untuk konsumsi keluarga.
Ia juga bisa mendapatkan ikan jenis lain memakai bubu dan pancing. Teknik memasang jaring yang bisa ditinggal selama proses ngoclok membuat ia bisa mendapatkan ikan tembang, lapeh, bandeng dan kerapu.
Cara tradisional penangkapan gurita dengan ngoclok menjadi cara tangkap ramah lingkungan dan didukung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Tri Suryanto, penyuluh perikanan KKP wilayah Bakauheni menyebut, ngoclok menjadi tradisi yang unik. Saat surut air laut banyak warga mencari gurita yang ada di bebatuan pantai. Teknik ramah lingkungan tersebut diakuinya masih menjadi cara bagi warga mendapatkan penghasilan.